Sayonara Ramadhan: Upaya Mempertahankan Nilai Ramadhan

Abd. Malik Al Munir Jama’ah Masjid al-Hidayah RT 007/008 Perum Hangtuah Permai.

OPINI – Ramadhan adalah bulan yang dinanti-nantikan oleh umat Muslim di seluruh dunia, selama satu bulan penuh umat Muslim menjalankan ibadah puasa, memperbanyak serta meningkatkan kualitas ibadah baik dalam wujud hablun min Allah (hubungan dengan Allah) dan hablu min al-Nas wa al-bi’ah (hubungan dengan sesama manusia dan lingkungan). Namun seiring dengan berakhirnya ramadhan, dikhawatirkan memudar pula nilai dan kebiasaan yang baik selama ramadhan. Tulisan ini lebih mengarahkan kepada upaya untuk mempertahankan nilai-nilai ramadhan pasca berakhirnya bulan suci ini. Secara kedudukannya ramadhan boleh dikatakan sebagai madrasah spiritual atau kawah candradimuka dalam peningkatan spiritual. Dalam ungkapan yang lain ramadhan adalah periode penting untuk transformasi spiritual dan moral yang komprehensif. hal tersebut tergambar dari pensyari’atan puasa didalamnya sebagaimana firman Allah SWT di surat al-Baqarah ayat 183. Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (al-Baqarah:183) Takwa adalah manifestasi dari wujud spiritual yang baik, kesadaran penuh akan kehadiran Allah SWT dalam setiap aspek kehidupan, yang mendorong seseorang untuk melakukan perintah kebaikan kebaikan dan menjauhi larangan kemungkaran.

Upaya mempertahankan nila-nilai ramadhan pasca ramadhan tentu akan mendapatkan tantangan tersendiri, hal ini dikarenakan tidak semua orang melakukan aktivitas ini secara bersama (kolektif) ditambah lagi ketidakkonsistenan diri dalam mempertahankan nilai-nilai ramadhan tersebut. Padahal amal yang berkelanjutan itu sangat dicintai oleh Allah SWT, sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah SAW: “Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan secara terus-menerus walaupun sedikit.” (HR. Bukhari ). Lantas bagaimana strategi mempertahankan nilai ramadhan pasca ramadhan. Berikut adalah hal-hal yang dapat diupayakan dalam mempertahankan nilai tersebut: Pertama, menjaga ibadah wajib dan sunnah. Beribadah kepada Allah SWT sejatinya dilakukan secara terus menerus, dan hanya berhenti manakala Allah SWT sendiri yang menghentikannya yaitu dengan diwafatkannya seseorang sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Hijr ayat 99: “dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu kepastian (kematian)”. (al-Hijr: 99). Diantara langkah konkretnya adalah misalnya meneruskan puasa enam hari dibulan syawal dan pembiasan ibadah puasa sunnah lainnya, menjaga shalat lima waktu secara berjamaah, melanjutkan qiyam al-lail, membaca al-Qur’an secara teratur.

Bacaan Lainnya

Kedua, memperbanyak sedekah serta amal sosial lainnya. Bulan Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan kedermawanan bagi umat Islam, kedermawanan tersebut bisa dilihat dengan anjuran bersedekah dan membayar zakat, anjuran kedermawanan tersebut dipraktikkan langsung Baginda Rasulullah SAW: “Rasulullah saw adalah seorang yang paling murah hatinya dengan (berbagi) kebaikan, dan beliau lebih bermurah hati (dermawan) ketika di dalam bulan Ramadhan” (HR. Bukhari dan Muslim). Dan juga hadis: “Barangsiapa yang memberi buka orang puasa, maka baginya pahala semisalnya tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun.” (HR. Tirmizi)

Ketiga, menjaga akhlak karimah. Selama ramadhan umat Islam dilatih untuk mengendalikan amarah, menghindari perkataan buruk, bersikap santun serta menghindari perilaku-perilaku yang dapat merugikan dirinya dan orang lain. Sikap-sikap diatas menjadi penentu diterimanya puasa seorang hamba oleh Allah SWT sebagaimana sabda Rasulullah SAW; “Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan dusta, maka Allah tidak peduli dia telah meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR. Bukhari). Di hadis yang lain, “Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapat pahala puasa kecuali hanya lapar dan hausnya saja. Berapa banyak orang yang bangun malam, tidak mendapat pahala kecuali hanya bangun malamnya saja.” (HR. al-Nasai)

Keempat, meningkatkan ilmu dan kesadaran spiritual. Ramadhan adalah waktu untuk meningkatkan ketakwaan dan kesadaran spiritual. Momentum ini harus dipertahankan dengan terus mencari ilmu dan memperdalam pemahaman tentang Islam. Hal tersebut bisa digambarkan dari penurunan al-Qur’an di bulan ramadhan dan ayat yang pertama turun adalah berkaitan dengan dorongan untuk mencari ilmu pengetahuan. Melalui jalur spiritualitas atau keimanan serta ilmu pengetahuan akan menjadikan seseorang berkedudukan tinggi, sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Mujadalah ayat 11: ……….Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan” (al-Mujadalah: 11)

Perpisahan dengan ramadhan (sayonara ramadhan) bukan berarti mengucapkan selamat tinggal pada nilai-nilai dan keberkahan bulan ramadhan. Sebaliknya, perpisahan dengan ramadhan harus dijadikan sebagai momentum awal untuk melakukan transformasi spiritual yang berkesinambungan. Dalam wujud menjaga ibadah wajib dan sunnah, memperbanyak kepedulian dengan sesama dalam wujud sedekah, memperbaiki dan menciptakan harmonisasi sosial dengan berperilaku akhlak karimah, mempertahankan sikap kesederhanaan (menghindari perilaku konsumtif yang berlebihan), mengupayakan peningkatan dalam bidang ilmu pengetahuan. Segala hal diatas merupakan wujud ketundukan dan kepatuhan kepada Allah SWT serta kemampuan dalam menghadirkan manfaat bagi diri, orang lain dan sekitaran. Itulah sebenarnya hakikat ketakwaan yang merupakan matlamat dari ibadah sepanjang ramadhan khususnya puasa. Berbagai keutamaan akan diperoleh bagi mereka yang bertakwa sebagai terekam dalam surat al -Thalaq ayat 2-3: ……….Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya. dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga. Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allahlah yang menuntaskan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu. (al-Thalaq: 2-3).

Mudah-mudahan ramadhan kali benar-benar membekas di dalam diri, nilai-nilai yang diajarkan dan dibiasakan didalamnya dapat diimplementasikan dalam wujud amal nyata di bulan-bulan berikutnya setelah ramadhan. Dengan begitu perpisahan dengan bulan ramadhan betul-betul memiliki makna di dalam kehidupan, sambil merindukan kembali kehadiran ramadhan berikutnya dengan izin Allah SWT.

Abd. Malik Al Munir
Jama’ah Masjid al-Hidayah RT 007/008 Perum Hangtuah Permai.

Pos terkait