OPINI – Salah satu aktivitas yang dijalani oleh mereka yang berpuasa, baik itu puasa sunnah maupun puasa wajib seperti di bulan ramadhan adalah sahur. Suatu aktivitas makan ataupun minum sebelum fajar yang dilakukan oleh umat Muslim yang ingin melaksanakan ibadah puasa.
Aktivitas ini tidak bisa hanya dipandang sebagai tradisi budaya, akan tetapi ia memiliki landasan yang kuat dalam ajaran Islam, khususnya dari sunnah Rasulullah SAW.
Tulisan ini coba melihat sahur dari dua perspektif yang saling melengkapi, satu sisi sebagai bentuk ketaatan mengikuti sunnah Rasulullah dan sisi yang lain adalah rasionalitas dalam beragama sehingga apabila dilihat secara komprehensif akan nampak keseimbangan antara spiritualitas dan kebutuhan biologis manusia.
Jika ditelisik sahur merupakan salah satu amalan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW, melalui hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang bersumber dari Anas RA, Rasulullah SAW bersabda “Makanlah Sahur, karena pada sahur itu ada keberkahan” (HR Bukhari dan Muslim) lihat lebih cermat bahwa perintah ini tidak hanya sekedar anjuran biasa tetapi di sahur itu sendiri terdapat keberkahan yang dijanjikan melalui lisan Rasulullah SAW.
Hukum sahur itu sendiri adalah sunnah mu’akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), hal tersebut tidak terlepas dari sahur itu sendiri yang merupakan bagian integral dari praktik puasa Rasulullah SAW yang dapat dilihat dari pertanyaan Ibnu Abbas kepada Zaid bin Tsabit tentang berapa biasanya jarak sahur Rasulullah SAW dengan azan subuh? Zaid menjawab sekitar 50 ayat (HR. Bukhari dan Muslim).
Bahkan sahur itu adalah hal yang membedakan puasa umat Nabi Muhammad SAW dengan puasa orang-orang terdahulu sebagaimana hadis yang diriwayatkan Imam Muslim; “ yang membedakan puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur” (HR. Muslim).
Nabi pernah juga berujar bahwa makan sahur itu sendiri adalah agar yang berpuasa kuat menjalani puasanya, “ mintalah bantuan dengan menyantap makan sahur agar kuat puasa di siang hari, dan mintalah bantuan dengan tidur sejenak siang agar kuat shalat malam” (HR. Ibnu Majah). Keterangan lebih lanjut mengenai keutamaan sahur ini bisa dilihat dikitab Fath al-Baari karangan Ibnu Hajar al-Asqalani.
Ditinjau dari perspektif kesehatan puasa itu banyak manfaatnya diantaranya dari perspektif penyakit dalam adalah perubahan fungsi sel, gen dan hormon, penurunan berat badan, menurunnya risiko menderita diabetes, menurunkan stres oksidatif, kolestrol, asam urat akan membaik, meningkatkan kesehatan jantung dan otak serta penurunan risiko terjadinya pikun (alzheimer’s disease). Dari perspektif kesehatan kulit, puasa berpengaruh pada perkembangan sel sehingga biasanya kulit menjadi cerah dan banyak lagi manfaat lainnya. Manfaat yang banyak diatas akan tercapai jika tetap melakukan kebiasaan baik seperti pada saat berpuasa salah satunya adalah makan sahur dengan asupan gizi seimbang (Dengan Shaum Tubuh lebih Sehat Produktifitas Meningkat | Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin Bandung, t.t.).
Dengan adanya makan sahur, maka asupan tubuh tetap bisa didapat dengan baik, sehingga produktivitas organ tubuh tetap bisa berjalan dengan baik.
Dari pemaparan sekilas diatas, nampaklah Islam adalah agama yang komprehensif, tidak memisahkan antara aspek ritual (ibadah) dengan hikmah praktis (maslahah). Bisa dikatakan bahwa sahur adalah manifestasi dari perpaduan yang harmonis antara ketaatan terhadap sunnah dan pertimbangan rasional terhadap kebutuhan fisiologis manusia. Sahur menjadi wujud nyata bagaimana Islam mengakomodasi kebutuhan biologis manusia tanpa mengurangi nilai spiritual dari ibadah puasa itu sendiri.
Secara teologis sahur adalah wujud kasih sayang Allah yang memberikan kemudahan bagi hamba-Nya dalam menjalankan ibadah, di sahur juga kesempatan untuk beribadah karena dihukumi sebagai sunnah mu’akkadah yang notabenenya sunnah dikerjakan akan bernilai pahala dari Allah SWT.
Bahkan rasionalitas beragama semakin terlihat fleksibilitasnya manakala satu wujud sunnah dari sahur itu sendiri adalah mengakhirkan pelaksanaannya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “ Umatku senantiasa dalam kebaikan selama menyegerakan buka puasa dan mengakhirkan sahur ( HR. Ahmad).
Keterangan-keterangan diatas melalui praktik sahur ini, kita dapat melihat bagaimana Islam menawarkan keseimbangan antara dimensi spiritual dan material, antara ketaatan ritual dan pertimbangan rasional serta semakin memperkuat bahwa Islam adalah agama yang moderat (adil dan tepat ) yang selalu memperhatikan kebutuhan rohani dan jasmani manusia secara proporsional.
Maka jangan sampai kita terlewatkan dari sunnah yang satu ini yakni sahur manakala menjalani ibadah puasa, sebagaimana hadis yang bersumber dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sahur sepenuhnya mengandung berkah. Maka itu, jangan kalian meninggalkannya meskipun kalian hanya meminum seteguk air karena Allah dan malaikat bershalawat untuk mereka yang bersahur,’” (HR Ahmad).
Ditulis Oleh : Abd. Malik Al Munir ( Anggota FKM Tanjungpinang)