Dugaan Pungli di Rutan Tanjungpinang: Warga Binaan Diperas Hingga Ratusan Juta, Fasilitas Ditentukan Uang

Rumah Tahanan Kelas IA Tanjungpinang. (Foto: ajianugraha/pijarkepri.com)
Rumah Tahanan Kelas IA Tanjungpinang. (Foto: ajianugraha/pijarkepri.com)

PIJARKEPRI.COM – Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I A Tanjungpinang, Kepulauan Riau, kembali menjadi sorotan. Seorang warga binaan berinisial A mengungkap dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang mengakar di dalam rutan tersebut.

Ia membeberkan modus, nominal, hingga keterlibatan oknum sipir dalam transaksi haram yang menjadikan warga binaan sebagai objek pemerasan sistematis.

Bacaan Lainnya

Menurut A, setiap tahanan yang ingin mendapatkan fasilitas layak harus menyetor uang dalam jumlah besar.

“Tahanan harus nyetor kalau mau nyaman. Angkanya mulai dari jutaan hingga ratusan juta per kepala,” ujarnya kepada pijarkepri.com, Kamis (6/3)

Penempatan Kamar Ditentukan Besaran Setoran

Pungli diduga telah menjadi praktik sistematis dalam pengelolaan kamar tahanan. Para terdakwa kasus korupsi yang masih menunggu putusan pengadilan disebut-sebut menjadi sasaran empuk.

Mereka yang mampu membayar bisa mendapatkan kamar yang lebih layak, sementara yang tak mampu harus menerima kondisi yang tidak manusiawi.

Contohnya, Muhammad Ikhsan, terpidana kasus korupsi Pelabuhan Dompak tahap 2, yang meninggal dunia pada akhir Desember 2024.

Menurut A, sebelum meninggal, Ikhsan sempat mengeluhkan kondisi ruang tahanannya yang sempit dan tidak layak. Namun, untuk pindah ke kamar yang lebih manusiawi, ia harus membayar hingga Rp50 juta.

Total, Ikhsan diduga telah menghabiskan lebih dari Rp100 juta hanya untuk mendapatkan tempat tidur yang lebih baik.

“Saat sudah tidak punya uang lagi, dia ditempatkan di sel tahanan trap dalam keadaan sakit parah. Baru setelah sekarat, dia dibawa ke rumah sakit—tetapi nyawanya tak tertolong,” ujar A.

Blok Mewah dan Blok Neraka

Sistem kasta dalam rutan ini semakin terang dengan adanya dua kategori blok tahanan yang disebut warga binaan sebagai “Blok Mewah” dan “Blok Neraka.”

Blok Penyengat – Diperuntukkan bagi mereka yang mampu membayar setoran besar. Penghuninya lebih sedikit, fasilitas air bersih tersedia, dan lokasinya dekat mushola.

Blok Bintan – Dihuni oleh ratusan tahanan dalam satu sel, dengan kondisi penuh sesak dan akses air bersih yang terbatas. Para tahanan di blok ini kerap diperas dengan setoran bulanan.

“Warga binaan di Blok Bintan harus menyetor uang setiap bulan kepada sipir, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah per kamar. Jika tidak, mereka bisa dipindahkan ke kondisi yang lebih buruk,” beber A.

Tak hanya itu, ada pula “setoran wajib” untuk Kepala Pengamanan Rutan (KPR) yang mencapai Rp5 juta per tahanan setiap bulan. Pungli ini tidak hanya menyasar warga binaan biasa, tetapi juga terdakwa kasus korupsi yang masih menjalani persidangan.

“Hampir semua terdakwa kasus korupsi menyetor puluhan juta ke sipir. Uangnya dikirim melalui transfer rekening keluarga mereka ke rekening keluarga sipir,” ungkap A.

Tokoh Masyarakat Desak Investigasi Kemenkumham

Munculnya dugaan pungli ini mendapat perhatian dari tokoh masyarakat Kepri, Andi Cori Patahuddin. Ia mendesak Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) segera turun tangan untuk membersihkan praktik kotor di Rutan Kelas I A Tanjungpinang.

“Kami meminta Kemenkumham RI menindak tegas oknum sipir dan membongkar praktik pungli yang telah merampas hak-hak warga binaan. Mereka tetap warga negara yang harus diperlakukan secara manusiawi,” tegasnya.

Tokoh Masyarakat Kepri, Andi Cori Patahuddin saat menunjukkan sejumlah bukti adanya dugaan Pungli di Rutan Kelas IA Tanjungpinang, Kamis (6/3/2025) (Foto: Aji Anugraha/pijarkepri.com)
Tokoh Masyarakat Kepri, Andi Cori Patahuddin saat menunjukkan sejumlah bukti adanya dugaan Pungli di Rutan Kelas IA Tanjungpinang, Kamis (6/3/2025) (Foto: Aji Anugraha/pijarkepri.com)

Andi Cori juga mengungkap adanya laporan mengenai sistem “jual beli” kamar karantina dengan harga bervariasi, tergantung fasilitas yang diinginkan. Dugaan pungli ini disebut sudah menjadi tradisi yang terus berulang setiap kali terjadi pergantian Kepala Pengamanan Rutan.

“Dugaan pungli ini bukan sekadar aksi individu, tetapi terorganisir dari level atas hingga bawah,” pungkasnya.

Andi Cori mengatakan dugaan praktik pungli di Rutan Kelas I A Tanjungpinang mencerminkan lemahnya pengawasan dan bobroknya sistem pemasyarakatan di Indonesia.

Ia mengutarakan jika benar Pungli itu terjadi, hal ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga mencederai prinsip keadilan dan kemanusiaan.

“Publik menunggu langkah tegas dari aparat hukum dan Kemenkumham—apakah praktik ini akan diberantas atau terus dibiarkan mengakar. Kami minta permasalahan ini harus di bongkar dan mendapatkan hukuman agar menjadi efek jera,” pungkasnya.

Hingga saat ini pihak Rutan Kelas IA Tanjungpinang belum memberikan keterangan meskipun pijarkepri.com telah mengkonfirmasi dalam bentuk wawancara tertulis melalui pesan Whatsapp dan menghubungi pihak terkait.

Pewarta : Aji Anugraha

Pos terkait