PIJARKEPRI.COM — Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Tanjungpinang terus memperkuat posisinya sebagai kota berbudaya melalui berbagai program unggulan yang sejalan dengan visi Walikota dan Wakil Walikota Tanjungpinang, yakni “BIMASAKTI” (Berbudaya, Indah, Melayani, Aman untuk mewujudkan masyarakat yang Sejahtera, Agamis, Kreatif, ber-Teknologi dan ber-Integritas)
Fokus utama Disbudpar Tanjungpinang diarahkan pada pilar “Berbudaya”, dengan mengedepankan pelestarian adat istiadat, seni tradisi, dan warisan budaya tak benda (WBTB).
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, M. Nasri, Rabu (12/3/2025) menjelaskan bahwa berbagai program strategis telah dijalankan guna memperkuat identitas budaya lokal.
“Kami menggelar beragam event budaya, seperti Kemilau Hari Jadi Kota Tanjungpinang, Pawai Budaya, HUT Kota Otonom, serta Pentas Seni. Di sisi tradisi, ada kegiatan Mandi Safar, Festival Silat Serumpun, hingga Riang Ria Idulfitri. Semua ini bertujuan menjaga keberlanjutan adat dan budaya masyarakat,” ujar Nasri.
Selain itu, Bidang Kebudayaan Disbudpar juga aktif memelihara warisan budaya tak benda dengan produksi video dokumenter serta sosialisasi pernikahan adat Melayu. Upaya ini dilakukan agar generasi muda mengenal serta bangga akan tradisi leluhur.
Peran Aktif Masyarakat dan Regulasi Kebudayaan
Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar Tanjungpinang, Dewi Sinaga, menambahkan bahwa pelibatan masyarakat menjadi kunci utama keberhasilan program.
“Sebagai contoh, dalam tradisi Mandi Safar, masyarakatlah yang menjadi pelaku utama. Pemerintah hanya memfasilitasi, sedangkan kekuatan utamanya berasal dari masyarakat itu sendiri,” jelas Dewi.
Disbudpar juga telah menerbitkan regulasi tentang budaya, seperti kewajiban berbusana Melayu setiap Jumat bagi pegawai perkantoran, perhotelan, sekolah, hingga pelaku wisata di berbagai destinasi.
“Ini merupakan langkah konkret dalam memperkuat identitas Tanjungpinang sebagai Kota Berbudaya,” ujar Dewi.
Tantangan Budaya di Tengah Arus Globalisasi
Nasri mengakui bahwa tantangan terbesar yang dihadapi adalah pengaruh budaya asing, mengingat posisi geografis Tanjungpinang yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Singapura.
“Budaya kita sangat rentan tergerus. Karena itu, strategi kami adalah memperkuat budaya lokal melalui penelitian, pengkajian, pemeliharaan, hingga pengembangan WBTB. Salah satunya dengan produksi video dokumenter yang menampilkan kekayaan budaya Melayu Tanjungpinang,” jelasnya.
Menghidupkan Sanggar Seni dan Pemberdayaan Masyarakat
Sebagai bagian dari visi “BIMASAKTI”, Bidang Kebudayaan juga berupaya menciptakan masyarakat yang kreatif dan sejahtera. Salah satu caranya adalah dengan menghidupkan sanggar-sanggar seni yang kini berkembang secara mandiri, seperti Samudra Ensamble, Dermaga Musica, dan Staman Malay Akustik.
“Kami juga mengadakan pelatihan musik tradisi Melayu untuk meningkatkan kreativitas masyarakat, khususnya generasi muda,” kata Dewi.
Lebih jauh, Disbudpar mengintegrasikan nilai-nilai religius ke dalam kegiatan budaya, seperti Mandi Safar dan perayaan Maulid Nabi.
“Nilai agama dan budaya kami padukan, agar masyarakat merasakan keterikatan spiritual sekaligus kebanggaan budaya,” imbuhnya.
Pemanfaatan Teknologi dan Kolaborasi Lintas Sektor
Dewi Sinaga juga menekankan pemanfaatan teknologi sebagai alat pelestarian budaya. “Kami mendokumentasikan berbagai aktivitas budaya dan mempromosikannya lewat media sosial, agar jangkauannya lebih luas dan mudah diakses oleh masyarakat luas, terutama generasi digital,” katanya.
Dalam mewujudkan visi “BIMASAKTI”, Bidang Kebudayaan aktif berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan, komunitas seni, Dewan Kesenian, dan Lembaga Adat Melayu (LAM)
“Kerja sama ini memungkinkan kami menggelar sosialisasi adat tradisi, pentas seni, serta pelatihan musik Melayu di sekolah-sekolah. LAM, misalnya, berperan aktif menyukseskan Festival Silat Serumpun, sementara organisasi pemuda Pulau Penyengat mendukung kegiatan Riang Ria Idulfitri,” jelas Dewi.
Evaluasi, Dampak, dan Keberlanjutan
Dalam evaluasi bersama Wali Kota dan Wakil Wali Kota, Nasri mengungkapkan bahwa pemerintah mendorong pengembangan WBTB secara lebih serius.
“Kami diminta fokus pada penelitian, pengkajian, serta pemeliharaan budaya yang menjadi kekuatan identitas daerah,” terangnya.
Dari sisi dampak, antusiasme masyarakat sangat tinggi. Indikator keberhasilannya tampak dari keterlibatan aktif masyarakat dan tingkat kepatuhan aparatur dalam menerapkan budaya, seperti penggunaan busana Melayu dan penyampaian pantun atau Gurindam 12 dalam setiap kegiatan resmi.
“Keberlanjutan program menjadi prioritas kami. Kami ingin budaya tidak sekadar seremonial, tapi menjadi bagian dari keseharian masyarakat. Kuncinya adalah memperkuat rasa memiliki masyarakat terhadap program yang dijalankan, sehingga mereka mampu melanjutkannya secara mandiri,” tegas Nasri.
Menurutnya, dengan berbagai inisiatif tersebut, Tanjungpinang kian mantap melangkah sebagai kota yang tidak hanya mempertahankan warisan budaya, tetapi juga menciptakan masyarakat yang kreatif, religius, dan berdaya saing di tengah arus globalisasi.
“Dengan berbagai inisiatif yang kami jalankan, Tanjungpinang semakin mantap menjadi kota yang tidak hanya melestarikan warisan budaya, tetapi juga membentuk masyarakat yang kreatif, religius, dan berdaya saing di tengah arus globalisasi,” ujar M. Nasri, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang.
Pewarta : Kafabihi
Editor : Aji Anugraha