OPINI – Bulan ramadhan adalah bulan yang agung bagi umat Islam, bulan dimana umat Islam melaksanakan ibadah puasa. Ramadhan asal kata dari “ramidha – yarmadhu – ramadhan” yang artinya terik matahari, panas, atau terbakar. Sedangkan secara terminologi diartikan: membakar, meleburkan atau menghapus dosa yang mengisyaratkan proses pemurnian diri melalui pengorbanan dan pengendalian diri.
Memahami ramadhan tentu tidak hanya dilihat sebagai praktik ritual tahunan, akan tetapi bisa juga dilihat sebagai katalisator potensial untuk membangkitkan peradaban Islam. Pertanyaannya apa saja modal yang ada di ramadhan sebagai penggerak kebangkitan umat Islam.
Modal tersebut antara lain: Pertama, dimensi spiritual ramadhan sebagai landasan kebangkitan. Sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 183 puasa ramadhan bertujuan membentuk pribadi yang taqwa, tunduk dan patuh terhadap apa yang diperintahkan Allah SWT, tunduk dan patuh terhadap apa yang diarang oleh Allah SWT.
Ramadhan dikondisikan sebagai bulan untuk meningkatkan spiritual melalui aktivitas yang ada didalamnya, mulai dari puasa, shalat tarawih, tadarus al-Qur’an, i’tikaf dimasjid, berzakat dan bersedekah serta aktivitas kebaikan lain. Bahkan dalam sabdanya Rasulullah SAW memberitahukan bahwa di ramadhan berbuat kebaikan diluar perkara wajib akan diberi ganjaran seperti melaksanakan perkara wajib sedang yang mengerjakan perkara wajib sama seperti orang mengerjakan 70 kali amalan wajib yang semisal diluar ramadhan. “Siapa yang melakukan kebaikan pada bulan tersebut seperti ia melakukan kewajiban di waktu lainnya. Siapa yang melaksanakan kewajiban pada bulan tersebut seperti menunaikan tujuh puluh kewajiban di waktu lainnya (HR. Ibnu Huzaimah).
Dengan modal spiritual yang baik dan terarah akan mampu menjadi pondasi untuk mengerjakan amal-amal sholeh dan mencegah perbuatan-perbuatan mungkar. Apabila kesadaran spiritual ramadhan ini dilakukan secara kolektif, maka akan membawa perubahan yang besar ditengah-tengah masyarakat sehingga masyarakatnya menjadi masyarakat yang baik, sebagai contoh adalah masyarakat kota Madinah di zaman Nabi SAW berkat nilai-nilai spiritual yang melandasi gerak mereka, jadilah umat Islam sebagai umat yang tampil berkemajuan tatkala itu.
Kedua, Ramadhan sebagai basis gemar dan cinta terhadap pengetahuan (intelektual). Berdasarkan sejarah dapat dibaca, bahwa al-Qur’an diturunkan pada bulan ramadhan, Quraish mengatakan tidak ada satu peradaban tumbuh dan berkembang tanpa dipengaruhi oleh bacaan yang dimiliki (Shihab, 2013), bulan ini umat Islam disuruh untuk intens mengkaji al-Qur’an dan memahaminya serta pengetahuan lainnya sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-‘Alaq ayat 1-5 yang memerintahkan untuk membaca sebagai medium untuk mendapatkan pengetahuan.
Aktivitas gemar dan cinta terhadap pengetahuan juga dipraktikkan di pesantren-pesantren dengan menamatkan kitab tertentu dibulan ramadhan. Tentu harapan berikutnya tidak hanya sisi keilmuan agama saja yang semarak, tapi seluruh pengetahuan yang bisa dikembangkan untuk kemaslahatan bersama.
Ketiga, ramadhan sebagai sarana mempererat sosial. Masyarakat kontemporer cenderung individualis, di ramadhan hal itu di reset ulang karena sejatinya manusia itu adalah makhluk sosial. Dimensi sosial ramadhan termanifestasi dalam anjuran pekerjaan baik seperti praktik berbuka bersama, shalat tarawih berjamaah dan adanya sedekah diintensifkan selama bulan ramadhan, dan dalam bentuk larangan seperti berdusta, mengucapkan kata-kata kotor, berbantah-bantahan, bertengkar yang kesemuanya dapat merobek atau merenggangkan sosial.
Hal diatas dilakukan tanpa memandang status, perbedaan suku, warna kulit dan lainnya. Kondisi sosial yang harmonis akan membantu mewujudkan kebangkitan umat semakin nyata.
Keempat, ramadhan dan transformasi ekonomi. Di bulan ramadhan ini juga terjadi transformasi ekonomi hal tersebut melalui praktik zakat fitrah dan sedekah yang diintensifkan selama bulan ramadhan, tidak jarang juga umat Islam membayar zakat malnya pada bulan ramadhan. Tentu tindakan ini adalah mekanisme redistribusi kekayaan yang potensial untuk mengatasi kesenjangan ekonomi.
Geliat ekonomi di bulan ramadhan juga terjadi manakala banyaknya kreativitas menu kuliner yang dijual selama bulan ramadhan. Selain itu dorongan untuk berbagi dengan lain sebagai rasa tanggung jawab sosial juga menghiasi pemandangan dibulan ini, sehingga akan menciptakan praktik ekonomi yang berkeadilan.
Kelima, ramadhan dan kebangkitan politik. Dapat dibaca dalam sejarah Islam bahwa momen-momen penting dalam politik Islam terjadi di bulan ramadhan seperti perang badr dan pembebasan kota Makkah (fathu al-Makkah). Dalam konteks kontemporer kebangkitan politik Islam mesti dimaknai sebagai aktivisme sosial yang berorientasi pada penciptaan tatanan sosial yang adil dengan mentransformasikan diri, keluarga dan masyarakat. Dalam hal ini lebih didorong terbentuknya kesadaran kritis dan aksi kolektif untuk kebaikan bersama.
Pada akhir tulisan ini dapat diambil kesimpulan bahwa ramadhan menawarkan paradigma komprehensif bagi kebangkitan umat Islam yang meliputi, dimensi spiritual, intelektual, sosial, ekonomi dan politik. Sudah saatnya kita tidak hanya menjadikan ramadhan sebagai bagian dari ritual tahunan saja, tapi bergerak secara personal dalam bingkai kelima hal diatas, sehingga ketika masing-masing mengarahkan untuk mencapai kelima dimensi tersebut, maka secara kolektif sudah membuat perubahan.
Abd. Malik Al Munir: Ketua Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Darussalam Gontor Tanjungpinang.