PIJARKEPRI.COM – Perluasan bangunan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Jang, yang terletak di Jalan Raja Haji Fisabilillah, Kilometer 8 Tanjungpinang, menuai sorotan tajam karena diduga melanggar ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Aktivitas ini dinilai berisiko merusak ekosistem dan memperburuk kondisi lingkungan sekitar.
Ketua LSM Air Lingkungan dan Manusia (ALIM) Kherjuli, di Tanjungpinang pada Selasa (17/12/2024), menyatakan penyesalannya atas dilakukannya perluasan bangunan di kawasan tersebut.
Menurutnya, tindakan ini mengakibatkan menyempitnya area sungai dan berkurangnya volume aliran Sungai Jang.
“Perluasan bangunan ini dilakukan dengan menimbun sempadan sungai menggunakan material urugan, yang sangat berdampak pada ekosistem sungai,” ujar Kherjuli.
Kherjuli menambahkan bahwa selain mengurangi kapasitas sungai, penimbunan tersebut berisiko merusak ekosistem Mangrove dan biota lainnya yang bergantung pada keberadaan sungai.
Tak hanya itu, dengan meningkatnya aktivitas manusia di kawasan itu, jumlah sampah yang tercemar di sekitar sungai juga diprediksi akan semakin meningkat.
Beberapa waktu lalu, ALIM bekerja sama dengan organisasi non-pemerintah (NGO) asal Jerman, GSE e.v., melakukan penyusuran dari hulu hingga hilir Sungai Jang.
Dalam kegiatan tersebut, mereka fokus pada upaya perlindungan Mangrove dan pembersihan sampah yang mencemari habitat alami tersebut, bekerja bersama komunitas Bank Sampah Kembar Mandiri.
“Selama penyusuran, kami menemukan adanya aktivitas penimbunan dan alih fungsi lahan di DAS Sungai Jang, serta tumpukan sampah yang mencemari akar Mangrove. Ini sangat disayangkan,” ungkap Kherjuli.
Dia menegaskan bahwa DAS dan sungai merupakan bagian penting dari Sumber Daya Air yang harus dilindungi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
Dalam UU tersebut, terdapat pasal yang mengatur larangan terhadap tindakan yang dapat merusak lingkungan, termasuk tindakan yang disengaja atau lalai dalam pengelolaan DAS dan sungai.
“Menurut UU SDA, setiap orang atau badan usaha dilarang dengan sengaja atau kelalaian menyebabkan kerusakan pada sumber daya air, yang dapat dikenakan sanksi pidana,” jelas Kherjuli.
Meskipun peraturan sudah ada, Kherjuli menilai perusakan lingkungan di kawasan tersebut masih terjadi karena rendahnya kesadaran pihak-pihak terkait, baik pengusaha maupun masyarakat.
Selain itu, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum turut memperburuk situasi ini.
“Kami khawatir adanya dugaan kolusi antara oknum aparat dan pengusaha yang terlibat dalam proyek ini. Oleh karena itu, kami mendesak aparat penegak hukum untuk memeriksa izin yang diberikan dan menghentikan perluasan bangunan yang melanggar aturan di sempadan DAS Sungai Jang,” tambahnya.
Kherjuli juga mengingatkan bahwa penyempitan muara DAS Sungai Jang berpotensi menyebabkan banjir di bagian hulu atau tengah sungai, yang tentunya akan berdampak negatif pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat.
Sehingga, meskipun pembangunan bangunan di kawasan tersebut masih terus berlangsung, ALIM mendesak tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
Pekerja tampak sedang menyelesaikan proyek perluasan bangunan di atas tanah yang telah ditimbun, sementara bagian luar bangunan dilapisi dengan kayu berbentuk haluan kapal.
Perluasan ini menambah keprihatinan atas kelestarian lingkungan di kawasan Sungai Jang yang semakin terancam.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tanjungpinang, Ahmad Yani enggan berkomentar terkait aktivitas dugaan pengrusakan lingkungan dari aktivitas pembangunan di DAS Sungai Jang tersebut, dengan dalih mengarahkan ke Dinas PU Kota Tanjungpinang.
“Jangan saya, silahkan tanya ke PU,” katanya di hubungi.
Pewarta : Aji Anugraha