Dampak Terbesar Pertambangan Pasir Ilegal

Aktivitas pertambangan pasir ilegal di Galang Batang dan Teluk Bakau, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Senin (13/1/2020). (Foto: pijarkepri.com)

“ALIM Nilai Pertambangan Pasir Ilegal berpengaruh pada aspek lingkungan, ekonomi dan sosial”

Bekas pertambangan pasir ilegal di Malang Rapat, Bintan, Kepri, Rabu (22/1/2020). Di Bintan terdapat sejumlah kawasan pertambangan pasir ilegal, diantaranya Teluk Bakau, Malang rapat, Kawal, Galang Batang. (Foto: Aji Anugraha)

PIJARKEPRI.COM – Pengamat lingkungan hidup menilai dampak terbesar dari pertambangan pasir ilegal meliputi beberapa aspek kehidupan.

Ketua LSM Air Lingkungan dan Manusia (ALIM) Kepulauan Riau, Kherjuli, di Tanjungpinang, Jumat, menyebutkan dampak pertambangan ilegal berpengaruh pada aspek lingkungan, ekonomi dan sosial.

“Yang namanya illegal, tentu tidak diawali dengan kajian lingkungan. Tidak memiliki izin AMDAL atau UKL/UPL. Sehingga tidak memiliki instrumen ekonomi lingkungan hidup,” ujarnya.

Kherjuli mengatakan, instrumen ekonomi lingkungan hidup sangat diperlukan untuk tetap bisa menjaga keberlanjutan, keseimbangan alam dan pelestarian lingkungan hidup.

Instrumen ekonomi lingkungan hidup memberikan manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan hidup yang seimbang pula antar pihak.

Dalam analisanya, dampak terbesar pertambangan pasir ilegal dari aspek lingkungan bisa merusak ekosistem, menimbulkan erosi, membentuk lubang atau cekungan genangan air, longsor, hilangnya vegetasi dan hayati.

Sedangkan dari aspek ekonomi, meskipun pasir “ikut” mendukung aktifitas pembangunan di daerah, namun pada jangka panjang, justru menimbulkan kerugian ekonomi. Pertambangan Ilegal dinilai tak berkontribusi untuk pembangunan daerah.

“Hilangnya pendapatan daerah dari retribusi galian mineral, tidak adanya dana jaminan untuk pemulihan lingkungan dan insentif lingkungan lainnya,” ujar Kherjuli yang juga Presiden Air itu.

Kherjuli, Pegiat Lingkungan Hidup Kota Tanjungpinang (Foto : Aji Anugraha)
Kherjuli, Pegiat Lingkungan Hidup Kota Tanjungpinang (Foto : Aji Anugraha)

ALIM menganalisa pertambangan pasir juga berdapak peda kehidupan sosial. Efek pertambangan bisa menimbulkan kegaduhan antar pihak. Bahkan berujung pada proses hukum.

“Karena kegiatan/usaha pertambangan pasir tersebut tidak dilakukan sesuai kaidah-kaidah lingkungan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,” ungkapnya.

Baca Juga : Lis Darmansyah : Pemerintah Daerah Harus Tegas Soal Tambang Pasir Ilegal

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kepri Hendri Kurniadi menyatakan pertambangan pasir di Teluk Bakau dan Galang Batang, Kecamatan Gunung Kijang tidak mengantongi izin.

“Aku sudah konfirmasi ke kantor, gak ada di kantor ESDM ijin yang kami ketahui di lokasi yang tertera di data di atas,” kata Hendri saat dikonfirmasi pijarkepri.com, Selasa (21/1/2020).

Dia menyarankan agar Pemerintah Kabupaten Bintan dapat mengambil langkah hukum terkait pertambangan pasir Ilegal tersebut.

“Bisa koordinasi dengan penegak hukum untuk ditindak lanjuti,” ujarnya.

Aparat kecamatan yang sudah mengantongi data pertambangan pasir ilegal juga bisa melaporkan aktivitas pertambangan tersebut ke aparat hukum.

“Supaya di ambil langkah hukum dan atau pembinaan oleh pemerintah kabupaten,” ujarnya.

Camat di lokasi aktivitas pertambangan diminta melaporkan persoalan aktivitas pertambangan pasir ilegal tersebut ke Bupati Bintan.

“Tanyain juga ke camat, mereka udah lapor ke Bupati belum, tindakan mereka apa, Satpol PP atau PTSP atau dinas terkait di kabupaten sudah melakukan tindakan apa sebagai yang memiliki kewenangan di daerah,” ungkapnya.

Hendri mengatakan, salah satu prosedur izin pertambangan dapat diberikan jika perusahaan tambang memiliki rekomendasi kepala daerah di lokasi pertambangan.

“Karena ijin tambang baru ada persyaratan yaitu memiliki rekomendasi dari kepala daerah setempat,” ujarnya.

Camat Gunung Kijang, Arif Sumarsono, mengatakan, pihaknya sudah dua kali melayangkan surat ke para penambang pasir. Namun aktivitas pertambangan tetap berjalan.

Arif mengatakan aktivitas pertambangan pasir sudah lama berlangsung, bahkan sebelum dirinya menjadi Lurah Kawal tahun 2016.

“Tidak ada ijin. Ijin merupakan wewenang Dinas ESDM Kepri,” tegasnya.

Berdasarkan hasil penelusuran di Kecamatan Gunung Kijang, jumlah lokasi pertambangan pasir di Galang Batang mencapai 26 titik. Aktivitas pertambangan pasir terbesar di Teluk Bakau, Bintan.

“Galang Batang maupun Teluk Bakau bukan kawasan pertambangan,” ungkapnya.

Berdasarkan data, pemilik maupun penanggungjawab dalam aktivitas pertambangan pasir yakni Gonde, Maxi, Alex, Ferdi, Yohanes, Yoman, Yanti, Latif, Edison/Nas dan Riki Mitra.

Dari data tersebut, Riki Mitra memiliki lokasi pada tiga lokasi. Lokasi pertambangan terbesar di Teluk Bakau.

“Ya, di Teluk Bakau lahannya cukup luas,” ungkapnya.

Satreskrim Polres Bintan menutup tambang pasir ilegal di Galang Batang dan Teluk Bakau, Kecamatan Gunung Kijang, Bintan, Kepulauan Riau.

Kapolres Bintan AKBP Boy Herlambang, di Bintan, Senin, membenarkan penutupan pertambangan pasir ilegal tersebut. Polres Bintan menutup pertambangan pasir yang diketahui tak memiliki izin.

“Sudah ditertibkan,” kata AKBP Boy Herlambang, saat dihubungi dari Tanjungpinang.

Kasat Reskrim Polres Bintan AKP Agus Hasanudin menambahkan penertiban lokasi penambangan pasir sudah dilakukan. Namun, dia tak dapat memastikan tak ada lagi yang menambang.

“Sudah ditertibkan, tapi jangan ada yang bermain kucing-kucingan lagi,” ungkapnya, saat dihubungi belum lama ini.

Pewarta : Aji Anugraha

Pos terkait