Menuju Tanjungpinang Bebas Banjir

Hingga malam, Sabtu (3/11/18) banjir di JL DI Panjaitan Kilometer 7, Tanjungpinang, Kepri, tak kunjung surut. (f-ang)
Banjir di JL DI Panjaitan Kilometer 7, Tanjungpinang, Kepri, belum lama ini. (f-doc.pijarkepri.com)

PERMASALAHAN banjir di Kota Tanjungpinang tak pernah usai setiap tahunnya, bahkan titik-titik banjir di ibukota Provinsi Kepulauan Riau semakin bertambah saat musim hujan tiba dan melanda 4 kecamatan dan 18 kelurahan di kota ini yang tak ada habisnya.

Sejumlah kawasan banjir di Tanjungpinang berada pada kawasan pemukiman padat penduduk, bukan pula di kawasan yang belum terjamah pembangunan pemerintah setempat. Sektor swasta yang bergerak dibidang pembangunan perumahan bergerak cepat, hingga menutup ruang terbuka hijau di kota yang tengah berkembang itu.

Kendati pemerintah sudah mengglontorkan anggaran ratusan miliar untuk menangani banjir di tahun sebelum-sebelumnya, masih saja ada kawasan yang terkena banjir, diantaranya kawasan Kilometer 7 Tanjungpinang pada September 2018, Jalan DI Panjaitan pada 9 November 2018 dan Jalan Adi Sucipto pada April 2018. Ini menunjukkan masih terdapat persoalan banjir di Kota Tanjungpinang dan menjadi keresahan masyarakat.

Pemerintah Kota Tanjungpinang terus berupaya menangani persolan banjir, dimulai dari membuat regulasi yang tertuang dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kepulauan Riau 2014-2034 yang menjadi acuan Pemerintah Kota Tanjungpipnang menetapkan Perda Nomor 2 Tahun 2007 tentang RTRW Kota Tanjungpinang dan menjadi landasan Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Tanjungpinang yang baru-baru ini disahkan.

Kendati sudah memiliki acuan dan batasan hingga arah pembangunan, masih saja terdapat banjir di kota Gurindam Negeri Pantun. Sebagai Ibukota Provinsi Kepri tak dapat dipungkiri kalau daerah Tanjungpinang menjadi ruang bisnis para pengembang untuk membangun.

Masih ada para pengusaha yang membangkang aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Banyak pengusaha yang membangun di daerah kawasan terbuka hijau, sebagaimana diatur dalam Perda RTRW dan Perda RDTR Kota Tanjungpinang. Tak menutupi kemungkinan, kalau sudah padat penduduk, tentu sampah rumah tangga bagi penduduk yang tak sadar kebersihan juga menjadi faktor terjadinya banjir, lantaran sampah tersumbat di saluran drainase.

Satu sisi pula masih ada daerah yang belum dinormalisasi pemerintah Kota Tanjungpinang, dengan alasan terbentur anggaran, atau mungkin sengaja mengizinkan para pengembang perumahan membangun di kawasan terbuka hijau, daerah resapan air, sehingga banjir menjadi program pemerintah untuk mengatasi persoalan yang dianggap mendesak, padahal tak sama sekali jika mematuhi aturan.

Untuk itu perlu ada kesadaran dari seluruh stakeholder di sektor pembangunan di Tanjungpinang yang menghargai lingkungan dan mementingkan kepentingan masyarakat banyak, agar banjir di Kota Tanjungpinang dapat teratasi dengan berbagi upaya dan kerja keras bersama.

Pertama, pemerintah Kota Tanjungpinang harus berupya bekerjasama dengan pusat untuk mengajukan anggaran normalisasi banjir di sejumlah kawasan di kota itu.

Kedua, pemerintah harus mengawasi lebih jeli sebelum memberikan izin pengembangan perumahan di Kota Tanjungpinang, sehingga tak ada lagi perumahan yang berdiri di kawasan ruang terbuka hijau yang merupakan daerah resapan air.

Ketiga, perlu adanya kesadaran dari masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan sehingga mengakibatkan saluran drainase tersumbat dan mengakibatkan banjir.

Kedepan jika semua pihak, masyarakat, pemerintah dan sektor swasta bekerjasama dengan baik, maka tak ayal Tanjungpinang akan bebas dari banjir sebagai wajah kota maju di Indonesia yang kita cita-citakan bersama, menuju Tanjungpinang bebas banjir. (Redaksi)

Pos terkait