Dari Pengusaha Tambang Jadi Peternak Sapi Sukses

Farada Harahap, seorang peternah sapi sukses saat berada di pakan sapi di salah satu peternakannya yang berada di Pulau Dompak, Tanjungpinang, Kepri. (Foto Aji Anugraha/pijarkepri.com)
Farada Harahap, seorang peternah sapi sukses saat berada di pakan sapi di salah satu peternakannya yang berada di Pulau Dompak, Tanjungpinang, Kepri. (Foto Aji Anugraha/pijarkepri.com)

SIAPA sangka seorang pengusaha tambang bouksit beralih profesi menjadi peternak sapi sukses di Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Namun ternyata ada, dia adalah Farada Harahap yang merintis karir beternak sapi sejak tahun 2011.

Dijumpai disela-sela waktunya, Kamis siang itu, Farada memulai cerita panjang mengapa menjadi peternak sapi di kota Gurindam, dia mengatakan sudah menjadi hobinya memiliki sebidang tanah yang dapat dimanfaatkan untuk berkebun, berternak hingga mempekerjakan orang lain.

Bacaan Lainnya

“Ada pesan dari petuah bernama Abu, dulu dia adalah satu Lurah di Tanjungpinang, dia berpesan kepada saya, jangan biarkan masyarakat terlena dengan bantuan-bantuan, sehingga malas, berusahalah untuk mandiri, berdiri di kaki sendiri dan dapat berguna untuk orang banyak,” kata Farada saat dijumpai pijarkepri.com tengah santai bersama beberapa rekan sejawatnya.

Pasca ditutupnya pertambangan bouksit di seluruh Indonesia pada tahun 2011, ternyata sudah dipikirkan Farada untuk menginvestasi uangnya dalam bentuk usaha peternakan. Dia menyisipkan inivestasi jangka panjang itu sebesar Rp3 miliar untuk membeli tanah dan beberapa ekor sapi.

“Pertama kali saya bekerja sebagai kontraktor, pengusaha tambang batu bouksit, dari hasil kerja saya kumpulkan uang untuk membeli tanah, dan sedikit demi sedikit saya gunakan untuk berkebun,” katanya.

Pada tahun pertama perusahaan tutup, Farada telah beternak 30 ekor sapi, 25 diantara sapi tersebut merupakan induk sapi yang di ternak pada lokasi peternakan seluas 6 hektar dikawasan Tanjung Moco, Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari. Hampir semua kariawan yang dulu bekerja di perusahaan pertambangan kini bekerja di peternakannya.

Sembari menyeruput secangkir kopi, Farada kembali bercerita mengenai peternakannya, ayah dari tiga anak ini menghabiskan waktu untuk mengembangkan peternakannya. Ia kembali memperluas peternakannya dengan membeli beberapa hektar tanah lagi, menurut analisanya, peternakan sapi butuh lahan yang luas, untuk area bermain sapi, tepatnya hamparan padang rumput hijau.

“Saya kemudian beli tanah lagi di Sungai Jati, Wacopek, perbatasan Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan, disana ada peternakan sapi, luasnya 8 hektar, itu punya saya,” kata Farada saat mengajak pijarkepri.com mengunjungi lokasi peternakan.

Dilokasi peternakannya Farada kembali menjelaskan, untuk membangun peternakan sapi pengusaha diawajibkan untuk berani rugi pembiayaan pangan ternak, selama kurang lebih 3 tahun. Hal itu dikarenakan kebutuhan pangan ternak lebih tinggi untuk menghasilkan ternak yang berkualitas dalam kurun waktu tertentu.

“Untuk memulai beternak, peternak harus berani rugi, membesarkan anak sapi yang sudah lahir dengan memeberi makan lebih banyak dari biasanya, tentu pengeluaran lebih tinggi,” ujarnya.

Pengeluaran biaya pakan sapi Farada cukup besar, dalam satu bulan, Farada mengeluarkan biaya sapi mencapai Rp.300 ribu perekornya. Hampir 7 tahun Farada beternak, saat  ini ada 176 ekor sapi di empat peternakan yang dimilikinya. Semua itu, kata dia berkat kemandirian dan keseriusan dan niat dalam menjalankan usaha.

Proses peternakan sapi ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh kesabaran dalam menjalankannya. Untuk menghasilkan sapi gemuk atau biasa disebut konsentrak (Penggemukan sapi).

Kariawan Farada saat memberikan makan pakan sapi di peternakan sapi farada yang berada di Dompak, Tanjungpinang, Kepri. (Foto: Aji Anugraha)
Kariawan Farada saat memberikan makan pakan sapi di peternakan sapi farada yang berada di Dompak, Tanjungpinang, Kepri. (Foto: Aji Anugraha)

Untuk proses konsentrak sapi diberi asupan makanan dedak padi dicampur air rebusan kedelai untuk tempe, dan ampas tahu. Untuk mendapatkan konsentrak, Faradabekerjasama dengan beberapa perusahan pabrik kedelai.

“Satu bulan untuk pengeluaran Rp500 ribu, bekerjasama dengan 3 perusahaan tahu di Bintan-Tanjungpinang,” katanya.

Alhasil sapi di peternakannya tumbuh sehat dan besar. Namun jika sakit, dia sudah berkoordinasi dengan dokter hewan yang disediakan oleh Dinas terkait.

Kondisi ternak saat sakit sudah dipelajari para kariawannya, meskipun belajar secara mandiri, para kariawannya juga memahami dan belajar dari para dokter saat melihat kondisi ternak.

“Ada dokter hewan yang datang 3 kali dalam seminggu, mereka melihat ternak dan mengechek kesehatannya,” ujar Wahyudi, salah satu kariawan terlama yang bekerja dipeternakan Farada.

Farada menjual sapi hanya pada perayaan hari raya kurban. Rata-rata sapi yang dijual usia 2 tahun dengan harga Rp17 juta hingga Rp20 juta per satu ekor sapi.

“Sapi saya hanya dijual hari raya haji saja, untuk pedagang pasar tidak, kalau hari raya rata-rata 50 ekor sekali terjual,” ujarnya.

Upaya Farada membangun peternakannya membuahkan hasil hingga dapat menyekelohkan anak-anaknya hingga ke bangku perguruan tinggi. “Tahun ini anak saya yang paling besar masuk perguruan tinggi,” katanya

Farada memiliki seorang istri bernama  Dariati (40) dan tiga orang anak, anak pertamanya bernama Karina, saat ini ia duduk dibangu kelas 3 SMA, Muhammad Kawarazmi di bangku SMP, dan Putri Estimasik duduk di bangku kelas 1 SD.

Wajah sumringah Farada terpancarkan saat menjelaskan nama anak terkahirnya, Putri Estimasik, ia anak terkahir putri yang dilahirkan di Rumah Sakit Singapura. “Makanya namanya ada Estimasik, diambil dari nama singapura dulu,” katanya sembari tersenyum.

Ada rencana yang masih belum dicapai oleh Farada, yakni membangun Pondok Pesantren dilahan seluas 40 hektar yang rencana akan dibelinya dalam waktu dekat ini, untuk menambah luas hamparan terbuka tempat sapi bermain.

“Niat saya sisakan 2 hektar, Nanti para santri selain giat belajar juga dapat membantu  produksi makanan seperti, dendeng balado, pasti berguna,” ujarnya.

Tidak Termasuk Kelompok Bantuan Peternak Pemerintah

SEJAK awal Farada Harahap berprinsip tidak menerima bantuan dari pemerintah, bukan berarti sombong, namun baginya dia masih mampu mempekerjakan kariawan dan mengelola sendiri ternaknya.

Menurut Farada, langkah pemerintah dalam memberikan bantuan pada peternak dirasa sudah tepat, namun lebih tepat jika pemerintah memberikan bantuan sekaligus dengan sosialisasi.

“Memberikan bantuan sudah tepat pada sasarannya, namun pemerintah harus melihat lagi bagaimana cara pemanfaatan ternak yang tepat, penggunaan lahan dan ketersedian lahan ternak, jadi yang dibantu berguna,” ujarnya.

Dia mengatakan selama dirinya mendirikan peternakan sapi tidak ada satupun dari Pemerintah Daerah setempat menyambanginya.

“Tidak ada yang datang untuk berkonsultasi, bahkan ternak saya dijadikan uji coba kawin suntik banyak yang sakit kemudian mati, tapi ya mau bagai mana lagi. Kalau diberikan kesempatan saya bisa menjelaskan bagaimana mengelola dengan tepat peternakan sapi,” ungkapnya.

Kepala Bidang Peternakan, Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner, Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan, Wirdanaf membenarkan Farada tidak termasuk dalam kelompok peternak yang mendapatkan bantuan dari pemerintah.

“Kalau pak Harahap bagian juga termasuk sebagai peternak Tanjungpinang, bantuan ke beliau memang tidak ada, dari sekian kategori pak Haraap termasuk peternak besar dan sudah mandiri sudah melakukan permodalan yang kuat, bantuan kami adalah pengobatan.” ungkapnya.

DP3 setempat sudah membentuk beberapa klompok peternak, diantaranya Kelompok Makmur, Suka Maju dan Mugi Lancar.

“Ketiga kelompok yang mendapatkan bantuan ternak sudah berkembang dan usahanya lancar, bahkan ada yang sampai menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi,” katanya.

Peternak dan pengusaha sapi di Tanjungpinang sudah mendapatkan bantuan 54 sapi dari dana APBN pada tahun 2015 untuk 3 kelompok ternak, dan dibantu lagi dari dana APBD tahun 2016.

“Sementara untuk tahun ini tidak ada,” tutupnya.

Penulis : Aji Anugraha
Editor : Iskandar Syah

Pos terkait