PIJARKEPRI.COM – Proses verifikasi berkas dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jenjang SMA, SMK, dan SLB Negeri di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menuai tanda tanya besar.
Sejak hari pertama tahapan verifikasi dan validasi dokumen, Senin (16/6/2025), kejanggalan mencolok terpantau di laman resmi pendaftaran online: sispmb.kepriprov.go.id.
Berdasarkan penelusuran di jalur domisili pendaftaran SMA Negeri, khususnya SMA Negeri 1 Tanjungpinang, ditemukan fakta bahwa sejumlah peserta dengan jarak domisili cukup jauh dari sekolah, bahkan lebih dari 8 kilometer telah lebih dulu diverifikasi oleh panitia, dibandingkan dengan peserta lain yang jaraknya hanya ratusan meter dari sekolah namun hingga kini masih berstatus menunggu verifikasi.
Padahal, Keputusan Gubernur Kepri Nomor 891/KPTS-4/III/2025 tentang Petunjuk Teknis SPMB Tahun Pelajaran 2025/2026 secara tegas mengatur bahwa dalam jalur domisili, seleksi dilakukan berdasarkan radius tempat tinggal ke sekolah, dengan alokasi kuota hingga 80 persen dari total kuota jalur domisili.
Namun faktanya, praktik di lapangan justru menunjukkan indikasi pengabaian prinsip jarak sebagai prioritas. Fenomena serupa juga terjadi di SMA Negeri 2 Tanjungpinang.
Sejumlah nama dengan jarak tempuh lebih jauh tampak difavoritkan dalam verifikasi awal, sementara mereka yang tinggal jauh lebih dekat, lengkap dengan dokumen domisili resmi, masih belum tersentuh verifikasi.
Lebih memprihatinkan lagi, ketika dugaan ini coba dikonfirmasi kepada Dinas Pendidikan Provinsi Kepri, Kepala Dinas, Andi Agung, belum memberikan keterangan resmi. Bahkan nomor layanan informasi yang tertera di situs SPMB tidak dapat dihubungi maupun memberikan respons.
Panitia Penerimaan Murid Baru SMA Negeri 1 Tanjungpinang, Linawati, menjelaskan bahwa proses verifikasi dilakukan secara terpusat dan tidak berpusat di masing-masing sekolah.
Ia menyebut sistem verifikasi dilakukan secara acak berdasarkan kesepakatan dalam rapat Zoom bersama Dinas dan operator sekolah pada Mei 2025. Namun anehnya, tidak ada satu pun aturan tertulis terkait verifikasi berkas sistem acak ini dalam juknis resmi.
“Verifikasi acak ini hanya disampaikan secara lisan dalam rapat virtual. Kami tetap mengacu pada juknis gubernur, meskipun tidak semua teknis tertuang secara eksplisit,” ujar Linawati.
Ia juga mengungkapkan, tim verifikasi di SMA Negeri 1 terdiri dari delapan orang, masing-masing menangani jalur prestasi, domisili, afirmasi, dan mutasi.
“Operator induk di sekolah, sisanya bertugas di SMK Negeri 2 bersama seluruh operator sekolah lainnya, dan mereka juga secara acak memverifikasi berkas pendaftaran,” ujarnya.
Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kepri, Hanafi Ekra, menanggapi serius temuan ini. Ia menekankan agar seluruh pihak, baik sekolah maupun Dinas Pendidikan, tunduk sepenuhnya pada ketentuan yang telah ditetapkan dalam juknis gubernur. Ia juga mengingatkan agar tidak ada praktik titip-menitip yang mencederai integritas seleksi.
“Saya minta tidak ada permainan, tidak ada oknum, tidak ada sekolah atau dinas yang melanggar juknis. Proses penerimaan murid baru ini menyangkut masa depan anak-anak Kepri dan harus bersih dari intervensi,” tegas Hanafi.
Hingga berita ini diturunkan, proses verifikasi dan validasi masih berlangsung, meskipun pendaftaran secara online, namun verifikasi jarak domisili dan berkas pendaftaran masih secara manual.
Ketidakjelasan sistem dan lambatnya verifikasi pada peserta yang lebih memenuhi syarat geografis (Domisili,red) telah memicu keresahan orang tua dan publik.
Jika kejanggalan ini dibiarkan berlanjut tanpa evaluasi dan transparansi, bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan publik di Kepri akan semakin terkikis.
Pemerintah provinsi mesti menjawab, apakah sistem ini adil atau sekadar alat legitimasi bagi praktik celah titipan untuk masuk ke sekolah yang dituju dengan praktek verifikasi administrasi secara acak yang tidak diatur dalam juknis Gubernur Kepri.
Pewarta : Aji Anugraha