Sejarah Penduduk Rempang dan Galang

Manuskrip dalam bentuk dokumen tentang batas-batas kerajaan Riau Lingga. Termasuk pulau-pulau dan pelabuhan yang ada. Dokumen Geopolitik Kerajaan Riau-Lingga tahun 1906. (Foto: Raja Malik Hafrizal)
Manuskrip dalam bentuk dokumen tentang batas-batas kerajaan Riau Lingga. Termasuk pulau-pulau dan pelabuhan yang ada. Dokumen Geopolitik Kerajaan Riau-Lingga tahun 1906. (Foto: Raja Malik Hafrizal)

PIJARKEPRI.COM – Kerabat keluarga Pahlawan Nasional Indonesia dari Kepulauan Riau Raja Haji Fisabilillah, yakni Raja Malik Hafrizal menolak Pemerintah Pusat maupun Badan Pengusaha Batam merelokasi penduduk asli Rempang dan Galang.

Raja Malik yang juga Budayawan Melayu Kepulauan Riau, Raja Malik Hafrizal, di Tanjungpinang, Minggu (10/9/2023) dikonfirmasi telah menuliskan selayang pandang Rempang dan Galang.

Bacaan Lainnya

Dalam selayang pandang Rempang, Galang dan perannya pada Imperium Melayu, dari sejumlah manuskrip Kerajaan Riau Lingga menyebutkan Rempang dan Galang tidak sebatas hanya kawasan yang berada di bawah administrasi Kota Batam Kepulauan Riau.

“Ini dokumen tentang batas-batas kerajaan Riau Lingga. Termasuk pulau-pulau dan pelabuhan yang ada. Dokumen Geopolitik Kerajaan Riau-Lingga tahun 1906,” tulis Raja Malik Hafrizal, sekaligus mengirimkan sejumlah manuskrip Kerajaan Riau Lingga kepada pijarkepri.com

Manuskrip dalam bentuk dokumen tentang batas-batas kerajaan Riau Lingga. Termasuk pulau-pulau dan pelabuhan yang ada. Dokumen Geopolitik Kerajaan Riau-Lingga tahun 1906. (Foto: Raja Malik Hafrizal)
Manuskrip dalam bentuk dokumen tentang batas-batas kerajaan Riau Lingga. Termasuk pulau-pulau dan pelabuhan yang ada. Dokumen Geopolitik Kerajaan Riau-Lingga tahun 1906. (Foto: Raja Malik Hafrizal)

Dari manuskrip itu, Raja Malik menjelaskan, Rempang dan Galang adalah tempat bersejarah yang masyarakatnya memainkan peranan yang besar pada jatuh bangunnya Imperium Melayu di kawasan ini.

Hal itu tercatat pada perjalanan sejarah orang Rempang dan Galang sebagai pasukan laut utama Kerajaan Melaka pada abad ke 15.

“Mereka menjaga, memelihara bahkan “menggarau” laut selat Melaka sebagai pasukan laut yang tangguh. Kemahiran mereka tentang laut dan pulau, beting dan karang, angin dan ombak tak perlu disangsikan lagi. Perkataan “Galang” melekat pada mereka ketika tugas untuk melabuhkan kapal-kapal besar ke laut untuk siap berlayar melintas lautan,” ungkapnya.

Baca Juga : Negara Ditengah Konflik Rempang dan Galang

Raja Malik Hafrizal menyebutkan, kemahiran orang Rempang dan Galang sebagai pasukan laut dibuktikan ketika mereka ikut berperang di pihak Raja Kecik yang waktu itu mengaku sebagai waris Sultan Mahmud lll (Mangkat dijulang) ketika mengalahkan Sultan Abdul Jalil IV.

“Merekalah yang disebut pasukan orang laut, yang sangat ditakuti oleh lawan dari manapun,” kata Raja.

Ia mengutarakan Fase kepahlawanan orang Rempang dan Galang seterusnya ketika masa Kerajaan Riau Lingga.
Seorang Panglima Galang yang paling ditakuti oleh penjajah Belanda dan Inggris bernama Raja Alang Dilaut.

“Dialah Raja dilaut yang sekian kalinya “kengeruhkan” laut selat Melaka sebagai bangsa Terbilang,” kata Raja Malik, yang juga keturunan Raja Haji Fisabilillah.

Belanda dan Inggris menyebut Raja Alang Dilaut sebagai ketua angin Lanun yang mengganggu dan memporak-porandakan kepentingan orang Eropa di laut. Akan tetapi bagi orang Melayu dia adalah wira dambaan di setiap hati sanubari.

Panglima Galang yang bernama Raja Alang Dilaut gugur sebagai Wira pada perang yang dikobarkan pihak Belanda dan Inggris pada satu ekspedisi ke Pulau Galang pada 1836.

Keturunan Panglima Raja Alang Dilaut selanjutnya berpindah ke Singapura dan sebagian ke Pulau Karas yang tidak jauh dari Rempang dan Galang.

Estafet kepahlawanan orang Rempang dan Galang berlanjut ketika Pemakzulan Sultan Abdul Rahman Mu’adzam Syah, Sultan Kerajaan Riau-Lingga oleh pemerintah Belanda.

Batin Limat bin Limbang mengumpulkan semua pengikutnya dan menyembahkan maksud kepada Sultan Abdul Rahman untuk berperang saja dengan Belanda.

“Biar putih tulang dari pada berputih mata sembahnya,” ungkap Raja Malik.

Pada masa pendudukan Jepang di Riau atau saat ini Kepulauan Riau, para pemuda Rempang dan Galang ikut menjadi bagian dari tentara Gyu Tai (penjaga pulau) yang direkrut tentara Jepang.

Setelah kekalahan Jepang pada perang dunia ke ll, eks Tentara Gyu Tai berubah dan membentuk Batalyon Kepulauan Riau yang merupakan cikal bakal perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Riau atau saat ini disebut Kepulauan Riau.

“Orang Rempang dan Galang ikut dalam episode sejarah perjuangan bangsa Indonesia itu,” ungkap Raja Malik

Ia turut mengkritik kebijakan pemerintah pusat melalui BP Batam untuk mengeksekusi dalam bentuk merelokasi atau menggusur warga Rempang dan Galang ke area yang mereka janjikan demi investasi pembangunan perusahaan asing di daerah itu.

Raja mengatakan, sejarah orang-orang Rempang dan Galang dalam perjalanan bangsa Indonesia merupakan bentuk pengabdian tertinggi kepada negara yang perlu dipikirkan agar menjadi nilai positif dalam sisi kemanusian.

“Kurang apalagi bakti yang telah kami berikan pada bangsa ini sehingga diperlakukan sebagai bangsa yang terhina bahkan mau diusir dari tanah moyang kami. Atau akan bergema lagi kah pekik Fisabilillah seperti yang terjadi pada abad-abad lalu,” ungkapnya.

Raja Malik mengutarakan pesan kepada pemimpin daerah di Kepulauan Riau, terkhusus Batam dan pemerintah pusat agar menghentikan relokasi atau penggusuran warga Rempang dan Galang yang saat ini bermukim di tanah itu.

“Ingatlah tuan-tuan bahwa kami bangsa Melayu adalah saudara anda sendiri. Ingatlah tuan-tuan jika marwah kami diinjak sudah pasti kami lawan. Dan darah yang mengalir di tubuh kami adalah juga warisan darah para pejuang dan pemberani. Pada Allah SWT kami berserah,” pungkasnya.

Tidak hanya Raja Malik Hafrizal yang menyuarakan penolakan rayuan relokasi penduduk Rempang dan Galang oleh BP Batam dan Investor asing. Sejumlah organisasi kemasyarakatan, LSM hingga ormas melayu di Kepulauan Riau juga menolak BP Batam merelokasi warga Rempang dan Galang.

Dilansir tempo.co, Rempang Eco City, sebuah proyek strategis nasional yang diserahkan kelolanya kepada PT Makmur Elok Graha (MEG) oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Rempang Eco City merupakan program strategis nasional tahun ini, sesuai Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023.

Namun masyarakat Rempang dan Galang yang merupakan penduduk asli daerah itu menolak di relokasi ke lahan yang dijanjikan BP Batam saat ini.

Pewarta : Aji Anugraha

Pos terkait