Red : Aji Anugraha
VIRUS Corona Desese 2019 (Covid-19) adalah virus mematikan yang mewabah di 215 negara bagian dunia. Terdata hingga Senin, 14 September 2020, Covid-19 merenggut 928,281 jiwa, 29.182.605 jiwa terpapar Covid-19.
Indonesia masuk dalam urutan negara ke 23 yang ikut terdampak Covid-19 ini, dengan jumlah kasus sebanyak 218,382 penderita dan 8,723 orang diantaranya meninggal dunia dari jumlah populasi penduduk 274.108.479 juta jiwa. (Sumber data : Worldometer)
Kepulauan Riau adalah satu dari sejumlah daerah di Indonesia yang ikut terdampak bencana non alam Covid-19.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau, hingga Sabtu, 12 September 2020 terdata sebanyak 1.376 orang terkonfirmasi positif Covid-19, sebanyak 537 orang mendapatkan perawatan isolasi, 48 orang meninggal dunia, 791 orang sembuh.
Sedangkan berdasarkan peta resiko penyebaran Covid-19 Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau, dipetakan Kota Batam dan Tanjungpinang sebagai Zona Resiko Tinggi Covid-19, Kabupaten Bintan zona resiko Covid-19 sedang, Kabupaten Karimun zona resiko rendah, Kepulauan Anambas, Lingga dan Natuna termasuk zona tidak ada kasus.
Virus yang mendunia ini jauh masuk daerah Kepulauan Riau sejak awal minggu Februari 2020. Hingga saat ini Pemerintah daerah di Kepulauan Riau melalaui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 terus mendata, memberikan perawatan penduduk di derah itu yang terpapar Covid-19.
Pemerintah Indonesia mulai dari kementerian, Pemerintah Daerah Provinsi, Kebupaten, Kota, Kecamatan, Kelurahan, Desa hingga Rukun Warga dan Rukun Tetangga mengerahkan seluruh cara, tenaga, waktu, pikiran dan anggaran untuk percepatan penanganan Covid-19.
Pemerintah kemudian merasionalisasi, memangkas, ‘refocusing’ Anggaran Pendapatan Belanja Negara hingga daerah untuk mencukupi penangan bencana non alam Covid-19. Bahkan pemerintah pusat hingga daerah mengerahkan TNI-Polri, jutaan paramedis untuk menyelesaikan persoalan diberbagai sektor akibat Covid-19.
Dengan cepat anggaran penanganan bencana non alam Covid-19 triliun rupiah itu ‘mengalir’ begitu cepat dari bantuan organisasi kesehatan dunia, pemerintah pusat hingga didistribusikan keseluruh pemerintah daerah provinsi, kabupaten kota hingga desa, di Indonesia, termasuk diseluruh kabupaten kota, di Provinsi Kepulauan Riau.
Masalah penanganan dan pencegahan penyebaran Covid-19 di Kepulauan Riau terbilang lamban. Padahal, gerbang masuk perlintasan laut Indonesia bagian barat adalah Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina,Vietnam yang lebih dulu terdampak Covid-19.
Sejak Februari 2020, jalur transportasi akses keluar masuk orang, baik udara mau pun laut tak tersentuh sedikitpun pemerintah daerah, bahkan hingga angka penyebaran ratusan jiwa terpapar Covid-19 di Indonesia, Kepulauan Riau masih santai menanggapi virus ini, hingga Maret 2020.
Presiden Joko Widodo kemudian menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 pada 13 Maret 2020 untuk mengatur tata cara/prosedur Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB). Upaya itu dinilai pemerintah untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dalam mencegah penyebaran Covid-19.
Pemerintah Daerah diberikan opsi untuk dapat menerapkan PSBB atau berpedoman pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Regulasi ini mengatur segala sektor kehidupan masyarakat diseluruh penjuru Indonesia termasuk Kepulauan Riau agar terhindar dari Covid-19.
Namun penerapan PSBB juga tak berujung di Kepulauan Riau. Tidak satu pun daerah kabupaten kota di Kepulauan Riau menerapkan pembatasan sosial bersekala besar, meski anggaran yang dipotong pemerintah daerah ‘katanya’ untuk menangani penyebaran Covid-19 di daerah itu.
Setiap hari masyarakat disuguhkan dengan angka peningkatan penyebaran, kasus terkonfirmasi positif baru, Covid-19 di daerah itu yang terus bertambah, meskipun terdapat pula masyarakat yang sembuh dari Covid-19.
Masih ditengah pandemi, Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau dinilai tidak transparan dalam penggunaan anggaran penanganan Covid-19. Banyak masyarakat di daerah itu tak mengetahui apa saja bantuan pemerintah untuk mereka. Mulai dari anggaran kesehatan, jaringan pengaman sosial hingga bantuan pemulihan ekonomi tidak sekalipun diekspose terbuka kepada masyarakat.
Meski sesekali pemerintah menginformasikan bantuan-bantuan sembako dan pemulihan ekonomi usaha mikro, itu pun lantaran tersorot media saat ratusan masyarakat menganteri mendaftar untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah tanpa penerapan protokol kesehatan.
Pandemi masih berlangsung, namun tidak menurut masyarakat yang bermatapencaharian rendah atau mereka yang tergolong dalam masyarakat ekonomi menengah kebawah.
Dapat dipastikan, mereka yang termasuk didalam masyarakat ekonomi menengah kebawah terlunta-lunta mengais rejeki untuk kehidupan sehari-hari. Mereka ini banyak ditemukan di Kepulauan Riau, mengingat, berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau, jumlah angka kemiskinan di Kepulauan Riau masih tergolong tinggi.
Lalu, apa kaitan dengan kepastian hukum yang ditunggu-tunggu masyarakat di Kepulauan Riau. Tentu, kepastian hukum menjadi jawaban atas persoalan krisis kesehatan dan ekonomi di Indonesia, termasuk Kepulauan Riau.
Tidak adanya kepastian hukum di Kepulauan Riau memunculkan dugaan bahwa Pemerintah Daerah di wilayah itu tak serius menangani persoalan pandemi Covid-19. Bagaimana tidak, ketika masyarakat tidak dirumahkan selama 14 hari sesuai Protokol Kesehatan Pencegahan Penyebaran Covid-19, Pemerintah juga tak memberikan bantuan pangan untuk mereka, lantas muncul pertanyaan, bagaimana masyarakat ekonomi rendah bertahan hidup.
Hasil dari tidak ada kepastian hukum, ketegasan yang diberlakuakan Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau untuk menangani permasalahan penyebaran Covid-19 dianggap santai oleh masyarakat yang juga ingin hidup dari menggantungkan nasib melalui pendapatan sehari-hari.
Maka untuk itu, perlu ketegasan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah Provinsi Kepulauan Riau agar persoalan pandemi Covid-19 ini dapat terselesaikan dengan cara menekan keseriusan pemimpin daerah itu benar-benar memikirkan nasib hidup masyarakat, dengan memberikan kepastian hukum.
Jika kepedulian Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau itu ada, seharusnya, pemerintah daerah Kepulauan Riau menerapkan aturan PSBB sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 pada 13 Maret 2020 dengan tegas sekaligus mengupayakan agar masyarakat tetap dirumah saja selama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 diseluruh kabupaten kota, di Kepulauan Riau menangani setiap penduduk yang terpapar Covid-19.
Seluruh masyarakat Kepri yang dirumahkan selama pemberlakuan PSBB diberikan kepastian untuk hidup melalui bantuan-bantuan yang sudah dianggarkan pemerintah dengan cara menggandeng seluruh perusahaan media agar gencar menyosialisasikan penerapan PSBB tersebut.
Pada akhirnya penanganan penyebaran Covid-19 di Kepulauan Riau akan teratasi secara terstruktur dan teratur. Masyarakat akan kembali beraktivitas sediakala, tanpa ada rasa ketakutan bahwa Covid-19 terus menghantui dalam setiap helaan nafas kehidupan. Jika itu tidak terlaksana, maka masyarakat akan hilang kepercayaan kepada pemerintah.
Setelah semua diberlakukan maka baru kita bahas Adaptasi Kebiasaan Baru atau disebut “New Normal“.
Seperti mengutip kalimat seorang filsuf asal Italia “Salus populi suprema lex esto”, yang artinya ; keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara.