
POTRET lensa terpelajar tak mudah ditemukan Mega Fitriani, Tri Anisawati, Dita Aprianti dan penulis sendiri di daerah terdepan, Kepulauan Riau namanya, daerah ini dalam peta berada di Barat Indonesia.
Keempat putra dan putri daerah Kepulauan Riau ini sudah tentu berhasil menempuh 12 tahun jalan panjang menuju bangku perkuliahan di Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang.
Masuk dan bersaing untuk bisa berilmu di program studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Maritim Raja Ali Haji membawa mata pena mereka untuk lebih peduli mengkoreksi kebijakan pemerintah, terlebih masalah implementasi program pendidikan, apakah mengena di sejumlah pulau terdepan, terkhusus di Kepulauan Riau.
Betapa tidak sejadi-jadinya jika keempat terpelajar tak menulis kritik tajam untuk pemerintah yang perlu memajukan kualitas dan kuantitas pendidikan sedari dini. Terlebih di Kepri, yang merupakan salah satu daerah terdepan di Kepri. Maka dari itu, penulis gambarkan potret pendidikan daerah terdepan dalam tulisan ini.
Pendidikan adalah hak mutlak bagi setiap warga negara tanpa memandang siapa dan darimana ia berasal, seperti yang tercantum dalam UUD 1945.
Pendidikan sendiri merupakan jembatan untuk meningkatkan taraf kehidupan sebuah generasi.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sebenar-sebenarnya sudah memberikan kesempatan bagi warga negaranya untuk mendapatkan pendidikan. Salah satunya program pemerintah melalui program wajib belajar 9 tahun, serta besarnya anggaran APBN yang dikeluarkan pemerintah untuk pendidikan.
Seperti yang diketahui, Pemerintah Indonesia mengalokasikan 20 persen Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya untuk sektor pendidikan, jika kita logikakan itu sudah sangat cukup untuk membangun berbagai insfrastruktur untuk mendukung pendidikan di berbagai daerah.
Namun kenyataanya masih banyak daerah-daerah yang memiliki masalah dalam pembangunan infrastruktur tersebut, salah satunya daerah terdepan di sejumlah kabupaten dan kota di Provinsi Kepulaun Riau.
Pada saat ini kondisi pendidikan di Kepulauan Riau tergolong masih rendah, hal tersebut dibuktikanan dengan tingginya angka putus sekolah terutama di pulau-pulau kecil yang mayoritas perekonomian penduduknya rendah serta masalah insfrastuktur seperti bangunan sekolah dan akses menuju sekolah itu sendiri.
Selain masalah insfrastruktur masalah utama lainnya yang menyebabkan rendahnya pendidikan di Kepulauan Riau adalah sektor Sumber Daya Manusia (SDM). Sektor ini menggambarkan tidak adanya pemerataan tenaga pendidik yang menyebabkan kesenjangan sosial antara ibu kota kabupaten dan pulau-pulau kecil sekitarnya serta rendahnya minat baca siswa.
Setelah penulis melakukan wawancara kepada beberapa mahasiswa FSIP UMRAH yang berasal dari daerah berbeda Kepulauan Riau penulis mendapatkan beberapa data. Hasil data tersebut mengatakan bahwa pendidikan di Kepulauan Riau masih perlu perhatian dari pemerintah khususnya di pulau-pulau kecil serta masalah minimnya minat baca siswa.
Hardian mengatakan bahwa untuk segi insfrastruktur seperti bangunan sekolah dan akses menuju sekolah rata-rata di kota daerah Kepulauan Riau sudah bagus artinya sudah layak untuk digunakan.
“Seperti yang kita lihat sebenarnya untuk masalah insfrastruktur seperti bngunan dan akses menuju sekolah di Kepulauan Riau ini sudah baik, hal ini terlihat di Kota Tanjungpinang, Batam serta Bintan, rata-rata bangunan sekolahnya sudah beton dan malahan ada yang memiliki gedung berlantai dua atau lebih. Fasilitas yang disediakan juga sudah lengkap baik dari segi ruang seperti laboratorim dan perpustakaan maupun sumber bacaan yang ada di perpustakaan. Namun hal tersebut tidak berlaku untuk pulau-pulau kecil salah satunya Pulau Penyengat yang pembangunan dan tenaga pendidiknya sangat kurang.” ujar Hardian.
Hal serupa juga dikatakan oleh Wahyu selaku mahasiswa UMRAH jurusan Ilmu Administrasi Negara yang berasal dari Pulau Air, Batam.
Ia mengatakan bahwa jika di Batam bangunan serta fasilitas sekolah sudah lengkap, tetapi untuk di Air sendiri hanya ada sekolah Dasar jadi bagi mereka yang ingin melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi harus menyebrang pulau sekitar 20 sampai 30 menit.
Masalah yang tak kalah pentingnya adalah minat baca siswa, seperti dari data yang penulis dapatkan bahwa di setiap daerah Kepuauan Riau minat baca siswa nya sangat rendah.Seperti yang di ungkapkan oleh Ayat saputra mahasiswa jurusan sosiologi, ia mengatakan bahwa perpustakaan akan penuh jika ada tugas dari guru.
“Sekolah memiliki perpustakaan, hanya saja selalu sepi” ujar Ayat.
Namun, jika kita berbicara mengenai rendahnya minat baca siswa, bukan hanya di daerah Kepulauan Riau saja yang mengalami permasalahan tersebut namun hampir seluruh daerah di Indonesia. berdasarkan hasil survei dari “Studi Most Littered Nation in The World 2016 “ menyatakan bahwa saat ini Indonesia mendududki peringkat 60 dari 61 negara.
Mengutip dari perkataan Najwa shihab, ia membandingkan masyarakat Eropa atau Amerika khususnya anak-anak yang dalam setahun bisa membaca hingga 25-27 persen buku. Selain itu juga ada Jepang yang minat bacanya mencapai 15-18 persen buku pertahun.
“Sementara di Indonesia jumlahnya hanya mencapai 0,01 persen pertahun” ujarnya.
Untuk meningkatkan pendidikan di Kepulauan , Pemerintah Daerah harus lebih memperhatikan pendidikan di pulau-pulau kecil jangan hanya terfokus di daerah kota saja yang jumlah masyarakatnya lebih banyak serta setiap sekolah harus bisa membuat suatu program yang bisa mendorong minat baca siswa misalnya seperti gerakan literasi membaca.
Penulis: Mega Fitriani, Zulkarnain,Tri Anisawati dan Dita Aprianti.
(Penulis merupakan mahasiswa program studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Maritim Raja Ali Haji )