“Indonesia dulu merdeka setelah melawan penjajah, sekarang Indonesia berperang melawan kemiskinan. Kemiskinan yang dilawan, miskin ilmu, ekonomi, pembangunan, akhlak dan SDM, maka bersemangatlah untuk berusaha melawan itu”
KETELADANAN Adalah kunci untuk mencapai keberhasilan dari apa yang sudah diperjuangkan, asalkan kita sebagai manusia yang merdeka memiliki integritas, kata Poniran, seorang anak petani dari tanah Jawa di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Kamis (10/8).
Poniran dalah seorang pengusaha dendeng sotong, satu dari sekian banyak kuliner khas Kota Tanjungpinang yang menjadi oleh-oleh khas daerah itu. Siang itu, pijarkepri.com mendatangi kediaman Poniran yang berada di Jalan Anggrek Merah, Kelurahan Kampung Bulang, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau untuk menggali informasi tentang dia.
Dendeng sotong produksi Perusahan Dagang (PD) Anugrah Food Industri yang dibangun Poniran sejak 1991 itu sudah terkenal diseluruh penjuru Provinsi Kepulaun Riau. Rasa dan aroma dendeng sotong untuk konsumen kelas menengah keatas itu sudah tidak diragukan lagi.
Namun nanti dulu ketika kita bicara soal dendeng sotong khas Tanjungpinang itu. Ada sisi menarik yang harus dipahami dari Poniran.
Pria yang mengidolakan Presiden RI pertama Ir. Soekarno itu menceritakan perjalanan hidupnya hingga dapat membangun perusahaan di Kota Gurindam negeri pantun itu.
Pria kelahiran 8 November 1961 di Yogyakarta itu adalah anak ketiga dari enam bersaudara. Ayahnya bernama Harja Inangon dan ibunya Pariem, keduanya merupakan petani di Yogyakarta.
Setelah menamatkan pendidikan SMA Swasta di Yogyakarta, pada tahun 1980, Poniran melangkahkan kaki menuju Kota Batam, Kepulauan Riau untuk mengadu nasib, mencari pekerjaan.
Pertama tapak kakinya sampai kekepulauan maritim, dia melamar sebagai kariawan di salah satu pabrik produksi cumi kering bernama PT. Osaka Jaya, tempat pembuatan dendeng sotong ternama di Kepri waktu itu.
Di perusahan asal Singapura itu, kata dia, sistem kerja perusahaan tersebut terjadwal, dan sangat ketat. Di perusahaan itu dia bekerja sejak tahun 1981 hingga 1989, jenjang karirnya juga meningkat, dari tukang panggang dia diangkat sebagai kepala produksi.
Poniran digaji Rp.200 ribu perbulan beserta uang kerajinan bekerja dari prusahaan. Bagi dia untuk hidup bersama istrinya, Aminah itu sudah cukup.
“Ya dicukup-cukupkan, kata orang tua dulu, kalau punya pekerjaan halal itu kita harus menekuni, kalau kita jujur dan bekerja keras, kita pasti bisa sukses dan bisa punya karir yang bagus kedepannya,” katanya.
Sebagai kepala produksi, kata dia, hanya prusahaan dan bagian produksi yang mengetahui resep khas dendeng sotong di Pabrik tersebut.
Jadi tidak semua orang dapat mengetahui resep kelezatan dendeng sotong Poniran.
Pindah Ke Tanjungpinang Membangun Perusahaan Sendiri
Pada tahun 1991, PT. Osaka Jaya tempat Poniran bekerja tutup. Perusahaan itu hengkang dari Kota Batam, berpindah ke Singapura, saat itu Poniran diajak untuk kembali bergabung ke prusahaan di negeri singa itu.
“Tapi saya tidak mau, saya pindah dari Batam ke Tanjungpinang bersama Istri saya, saya berkeinginan membangun usaha sendiri,” kata dia.
Keingin kuat untuk membangun prusahaan sendiri tidak terlintas begitu saja dibenaknya. Perjuangan panjang pindah dari Batam ke Tanjungpinang hingga tidur di rumah kontrakan bersama istirinya membawa Poniran berpikir, kalau saja Kepri memiliki potensi laut yang melimpah, dan perlu diberdayakan.
Berangkat dari pengalaman kerjanya di prusahaan terdahulu, di Tanjungpinang pada 1991 bermodalkan Rp18 juta dari pesangon dan tabungannya selama bekerja, Poniran membangun Prusahaan Dagang (PD) Dendeng Sotong pertama dikota itu.
Prusahaan itu kemudian diberi nama PD Anugerah Food Industri.
“Tanjungpinang merupakan daerah maritim, bahan baku sotong kering di kabupaten yang ada di Kepri sangat melimpah, bahan dasarnya saya ambil dari Pulau Senayang, Pulau Tujuh (Anambas) masuk ke daerah ini,” katanya.
Alasan kedua Poniran memproduksi Dendeng Sotong, mengingat Tanjungpinang pada waktu itu masih minim dengan produksi oleh-oleh berupa jajanan kuliner. Dia berpikir produksi banyak diminati para wisatawan dalam negeri maupun manca negara.
Sekarang tak jarang dendeng sotong miliknya ada disejumlah supermarket.
“Tentunya turis-turis yang datang ke Tanjungpinang, akan mencari oleh-oleh khas daerah, produksi khas daerah, sama kalu ke Kota Padang yang dicari kerupuk sanjai, kalau ke Tanjungpinang Dendeng Sotong atau Dendeng Cumi,” katanya.
Tidak sendiri membangun perusahaan, poniran mempekerjakan 6 orang kariawan di prusahaannya. Usahanya berjalan begitu pesat, beberapa supermarket di Tanjungpinang, Batam, dan Bintan memesan Dendeng Sotong Poniran. Satu bulan dia bisa menghabiskan 1 Ton sotong yang belum diolah.
“Awalnya dendeng sotong hanya ada dua rasa, manis dan pedas, sekarang 8 rasa, pedas manis, garing, dendeng kepala sotong, original, manis garing, yang terbaru dendeng ikan lome dan bilis kacang panggang,” katanya, dan saya mencicipi rasa khas dendeng sotong poniran.
Pendapatannya cukup menggiurkan, dalam sebulan dari produksinya itu, Poniran meraup keuntungan bersih 20 sampai dengan 30 juta. Dia juga dapat menyekolahkan ketiga anaknya hingga ke Perguruan Tinggi, bahkan pada 2015 ia naik Haji.
Ketiga anaknya itu yakni, anak pertama Adi Miranto tamatan Prikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang sekarang bekerkja di UPT Budidaya Perikanana Provinsi Kepri, anaknya yang kedua bernama Cahya Miranto, berkuliah di Politeknik Batam jurusan IT, dan yang paling bungsu yakni Utari Putri Mirani, juga kuliah di Umrah.
Ada alasan tersendiri Poniran menyekolahkan anaknya hingga keperguruan tinggi.
“Indonesia dulu merdeka setelah melawan penjajah, sekarang Indonesia berperang melawan kemiskinan. Kemiskinan yang dilawan, miskin ilmu, ekonomi, pembangunan, akhlak dan SDM, maka bersemangatlah untuk berusaha melawan itu,” ujarnya.
Keberhasilannya menjadi pengusaha dendeng sotong cukup berjalan lancar, jumlah kariawannya bertambah pada 1996 hingga 2002, Poniran menambah kariawan dari 6 pekerja menjadi 30. Rata-rata kariawannya adalah anak asli daerah setempat.
“Kenapa saya mengambil anak daerah untuk bekerja, yang pertama keinginan saya untuk membantu pemerintah setempat, membuka pikiran masyakat untuk membangun Usaha Kreatif, dan selebihnya pesan hidup kalau saja hidup ini harus berdampingan, makanya saya ambil dari penduduk setempat,” ujarnya.
Segudang Penghargaan dan Hidup Bersosial
Berkat kerja keras Poniran, segudang penghargaan dari kesungguhan membangun prusahaan tentu mendapatkan penghargaan “reward” yang diraihnya tak henti-henti diberikan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Untuk pertama kalinya, Poniran mendapatkan Piagam Penghargaan Adikirya dari Gubernur Riau pada tanggal 31 Maret 1997 di Pekan Baru, Riau pada waktu itu Kepri masih sebagai Kabupaten di Provinsi Riau.
Usaha Dendeng Sotong itu juga terbidik oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM RI) di Riau, ia kembali mendapatkan Piagam Bintang Satu Keamanan Pangan dari Kepala Badan POM RI di Riau di Pekan Baru tanggal 17 Desember 2003.
Dendeng Sotong terus menyebar dan buming di kalangan wisatawan mancanegara, hingga pada akhirnya dia mendapatkan Piagam Penganugrahan Upakarti dari Gubernur Kepulaun Riau kategori Jasa IKM Modern di Tanjungpinang.
Piagan lainnya yang turut diraih Poniran yakni, Piagam Produk Sehat KUKM sebagai juara harapan I dari Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI pada tanggal 22 Oktober 2007 di Jakarta.
Disusul Penghargaan kualitas dan produktivitas 2007 dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI di Jakarta pada tanggal 7 Desember 2007. Piagam Penghargaan “SME’sCO Award 2008” dari Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI pada tanggal 3 Agustus 2008 di Jakarta.
Piagam Penghargaan UKM Pangan Award 2008 dari Menteri Perdagangan RI pada tanggal 7 Agustus 2008 di Jakarta. Piagam penghargaan lomba UKM Pengolahan Hasil Perikanan sebagai juara I dari Gubernur Kepulauan Riau pada tanggal 13 Desember 2008 di Tanjungpinang.
Piagam Penghargaan Adibakti Mina Bahari sebagai juara II UKM Pengelolaan terbaik tingkat nasional tahun 2008 dari Menteri Kalautan dan Perikanan RI pada tanggal 24 Desember 2008 di Surabaya.
Dendeng sotong juga dikenal oleh presiden RI ke 6 Susilo Bambang Yudoyono, ia mendapatkan piagam berupa Penghargaan Upakarti Industri Kecil Menengah Modern di Istana Negara pada tanggal 28 Desember 2009, menyusul Penghargaan kualitas dan Produktifitas Paramakarya Tahun 2009 dari Wakil Presiden RI Bapak Prof. DR. Boediono di Istana Wapres pada Tanggal 9 Februari 2010.
“Semua penghargaan didasari dari niat dan integritas,” ujarnya.
Piagam dan penghargaan itu tersusun di pabrik pengolahan dendeng sotong miliknya yang berada di Jalan Anggrek Merah, Kelurahan Melayu Kota Piring, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau.
Disebagian kalangan masyarakat dan penduduk setempat, Poniran dikenal ramah, membumi dan mudah diajak berkomunikasi dengan baik.
Jiwa sosialnya sangat tinggi dan suka berorganisasi. Menurutnya, tanpa berorganisasi kita bukanlah makhluk sosial. “Saya senang saja bisa berorganisasi, berkumpul, berkreasi, dan itulah namanya hidup berdampingan,” ujarnya.
Dimulai dari jabatan sebagai Ketua Rukun Warga di Jalan Angrek Merah, Poniran juga dipercaya memegang kendali keuangan, sebagai Bendahara Mesjid Al-Qanah, Ketua III Paguyuban Among Mitro di Kelurahan dan Kota Tanjungpinang.
Dia juga merupakan Pendamping Kelompok Usaha Bersama penduduk di Kelurahan Kampung Bulang, dan di kesenian ia menjabat sebagai Ketua Harian Sanggar Sekar Setaman dan Ketua Manunggaling Sedulur
Sanggar Manunggaling sedulur Tanjungpinang.
Jiwa kedisiplinan memberikan contoh kepada perorangan maupun klompok masyarakat tertentu dibawah kepemimpinanya. Bahkan, sejumlah kariawannya mengakui kalau Poniran memiliki karismatik tersendiri.
“Pak Poniran kalau untuk kemasyarakatan, jiwanya pemberani, semuanya bisa dikerjakan, gak malu, mau gaul dengan siapa saja, punya karismatik, sangat mendidik,” ujar Martono, salah satu kariwan PD Anugerah Food yang sudah lama bekerja di perusahaan itu.
Kepada masyarakat, dan terutama kepada generasi muda saat ini, Poniran mengatakan untuk dapat menempuh pendidikan dengan kesungguhan. Menurutnya, gudang ilmu ada di pendidikan, maka perli serius dalam menjalaninya, sehingga segala sesuatunya dapat terwujud.
“Jaman sekarang sekolah sudah tersedia, tidak seperti jaman saya sekolah dulu masih sedikit, mau sekolah susah, jadi sekolah lah yang rajin, tuntut ilmu mu sampai kenegeri cina,” ujarnya.
Selain itu, saat ini, Poniran berharap kepada pemerintah daerah dapat serius menata Ekonomi Kreatif di daerah dengan membantu masyarakat yang berkeinginan untuk membesarkan usahanya, demi kemajuan daerah itu sendiri sebagai bentuk otonomi daerah.
Meskipun poniran adalah anak seorang petani di Yogyakarta, berkat ide keratif, kesungguhan dan pengalaman dari kerja keras yang diupayakannya Dendeng Sotong menjadi oleh-oleh khas Tanjungpinang.
Penulis : Aji Anugraha