DIBALIK hamparan padang rumput kawasan wisata Lagoi terdapat pemukiman penduduk yang tak banyak orang biasa ketahui.
Pemukiman itu diberikan nama Kampung Baru, yang berada didalam wilayah Desa Sebong Lagoi, Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.
Berbekal koordinasi dengan jaringan kami di wilayah Bintan, pijarkepri.com dapat masuk ke Pemukiman Kampung Baru yang lebih dulu melewati komplek salah satu Perusahaan Wisata Lagoi.
Untuk sampai ke Kampung Baru, Desa Sebong Lagoi, kita harus melewati Pos penjagaan kawasan Perusahaan Hotel itu.
Setelah lebih dari 2 kilometer melewati jalan aspal dengan pemandangan area wisata, kita akan menemukan jalan tanah yang berhadapan langsung dengan lapangan Golf wisata Lagoi.
Hanya jalan tanah ini satu-satunya akses untuk masuk ke Pemukiman Kampung Baru, Desa Sebong Lagoi.
Mayoritas mata pencaharian penduduk Kampung Baru, Desa Sebong Lagoi adalah Nelayan ikan, bubu dan kerang.
Sebagian penduduk juga mengumpulkan sampah plastik untuk dijual kembali ke panampung barang bekas. Terlihat sebagian di area pemukiman terdapat tumpukan sampah plastik.
Kediaman Nilam Sari (39) berada di pesisir Kampung Baru. Untuk sampai kerumahnya kami berjalan kaki melintasi jalan setapak, dengan hamparan ilalang, dan hutan disekitarnya.
Di rumah pelantar itu Nilam Sari tinggal bersama tiga anaknya. Suaminya, Abdulrahman meninggal setahun yang lalu karena sakit.
Saat ini dia menggantikan sang suami menjadi tulang punggung keluarga, seperti mencari ikan, kerang, memasang bubu hingga mengumpulkan barang bekas.
“Dulu almarhum masih ada masih ada pasang bubu ketam, kalau sekarang saya yang berikan makan anak-anak,” kata Nilam.
Ketiga anaknya masih perlu mendapatkan perhatian serius. Anak pertamanya duduk di kelas 5 Sekolah Dasar (SD) anak yang kedua kelas satu SD, sedangkan yang paling kecil masih belum sekolah.
“Disini tidak ada sekolah, mereka sekolah di luar,” kata Nilam.
Pendapatan Nilam untuk menghidupi keluarganya hanya mengharapkan dari hasil tangkap ikan, bubu dan jumlah kerang yang dia peroleh, di laut.
Jika beruntung, nilam bisa menghasilkan Rp60 ribu hingga Rp100 ribu per hari dari hasil melaut. Dia juga mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Dana Desa Sebong Lagoi.
“Kalau pendapatan dari jual kerang bulu, range, dapat sedikit kadang ada kadang tak ada. Kalau BLT 300 tiga bulan sekali, sekarang BLT setiap bulan dapat dari desa, inilah untuk hidup,” kata Nilam.
Rumah pelantar yang dia tempati saat ini tidak memiliki surat kepemilikan, hanya bersifat sementara. Di tepian daratan sebelum menuju pelantar kediamannya terdapat plang perusahaan PT Buana Megawisatama.
Dahulu, Nilam bersama suaminya hendak membangun rumah di atas tanah tepat di plang perusahaan itu berdiri, namun dilarang.
Alasannya membangun rumah di darat agar lebih aman dari pergantian musim di pesisir, terlebih ketika musim air laut pasang tinggi, rumah kayu yang dia tempati mulai ringsek, dihantam gelombang.
Setiap air laut pasang tinggi, Nilam dan ke tiga anaknya mengungsi di rumah tetangga, di dataran lebih tinggi.
“Dulu abang (Suaminya,red) masih hidup dialah yang betulkan lantai rumah, atap bocor sekarang ini kamilah yang tambal sendiri pakai terpal,” ujarnya, penuh haru.
Rata-rata penduduk Kampung Baru, Desa Sebong Lagoi mendapatkan hibah tanah dari pemilik tanah di desa itu, Muhamad Ali, yang kabarnya tak menyerahkan tanahnya saat pembebasan lahan Lagoi.
Baru-baru ini Nilam mendapatkan hibah tanah dengan perjanjian dari Muhamad Ali seluas lebih kurang 49 meter persegi. Lokasi tanah itu berada di daratan lebih tinggi dari rumah panggungnya saat ini.
Namun tanah yang dihibahkan itu belum sempat Nilam bangun tempat tinggal lantaran keterbatasan biaya.
“Ini tanah yang dihibahkan ke kami,” kata Nilam, saat menunjukkan lokasi tanah yang dihibahkan.
Dengan segala keterbatasannya, Nilam tetap berusaha bertahan hidup, bekerja semampunya sebagai nelayan demi menghidupi ke tiga anaknya.
Ia berterimakasih jika ada dermawan yang datang membantu kesulitannya saat ini, di Kampung Baru, Desa Sebong Lagoi, Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.
“Saya anak nelayan, bapak saya nelayan, suami saya nelayan, sekarang saya nelayan, inilah nasib saya harus jalani sendiri. Saya ucapkan terimakasih jika ada bantuan dari bapak, ibu sekalian,” kata Nilam, mengurai air mata.
Pewarta : Aji Anugraha