Lingga Jadikan Daik Kota Wisata Budaya dan Religi

Lenscape Lingga, Gunung Daik. (Foto: aci/pijarkepri.com)

PIJARKEPRI.COM – Pemerintah Kabupaten Lingga mewacanakan menata Daik, Kabupaten Lingga sebagai kota wisata budaya dan religi.

Muhammad Nizar, di Lingga, Rabu (19/1/2022) mengatakan rencana menjadikan Daik sebagai kota wisata budaya dan religi upaya peningkatan kapasitas pembangunan baik dari segi ekonomi kemasyarakatan, pembangunan infrastruktur, hingga pariwisata Lingga.

Saat ini, pemerintah Lingga sedang menyusun rencana pembangunan trotoar jalan di Kota Daik, mulai dari simpang dialer hingga menuju ke lapangan Hangtuah.

DED pembangunan ini diharapkan selesai pada APBD-P tahun ini. Begitu juga dengan konsep Daik Bandar Madani serta anjungan kabupaten kota se-Kepri di Kota Daik.

Bupati Lingga Nizar pada diskusi singkat yang digelar bersama Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan, Kecamatan Lingga dan Lembaga Adat Melayu (LAM), serta PKK Kabupaten Lingga, tadi siang
Bupati Lingga Nizar pada diskusi singkat yang digelar bersama Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan, Kecamatan Lingga dan Lembaga Adat Melayu (LAM), serta PKK Kabupaten Lingga, tadi siang

Peningkatan pembangunan tersebut tentunya tidak lepas dari keinginan menjadikan Daik sebagai pusat pariwisata religi dan budaya dengan beberapa desa disekitarnya, yakni Desa Mepar dan Desa Panggak Darat.

Dasar pemikiran itu diambil pemerintah Lingga, dikarenakan Daik merupakan pusat tamadun melayu sejak era Kesultanan Mahmud Riayat Syah III, dan telah diakui sebagai Bunda Tanah Melayu oleh negara-negara Melayu Serumpun sejak tahun 1991 lalu.

“Wisata sejarah dan wisata religi, Kabupaten Lingga cukup lengkap. Dan kita memang harus fokus ke situ. Seiring dengan program-program Dinas Pariwisata yang telah tersusun. Itu bisa berjalan beringinan. Namun rencana ini memang harus kita keroyok. Agar kita benar-benar siap menjadi daerah pariwisata,” jelas Nizar pada diskusi singkat yang digelar bersama Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan, Kecamatan Lingga dan Lembaga Adat Melayu (LAM), serta PKK Kabupaten Lingga, tadi siang.

Nizar mengajak dinas-dinas bersangkutan, untuk berinovasi dengan kerjasama yang baik, dan tepat pada waktunya, Daik, Mepar dan Panggak Darat menjadi tempat Wisata Budaya dan Religi.

“Rencana tersebut tentu menuntut dukungan dan peran serta masyarakat,” ungkapnya.

Nizar menekankan kepada Dinas Pariwisata, Kecamatan Lingga, bahkan peran PKK Kabupaten Lingga untuk dapat memberikan sosialisasi atau bahkan pelatihan-pelatihan sadar wisata kepada masyarakat, baik itu di Daik sendiri, bahkan di desa-desa bersangkutan.

“Karena kita fokus di kecamatan Lingga ini. Tentu perlu keterlibatan masyarakat. Ini yang harus kita persiapkan, baik itu dalam memberikan sosialisasi atau pelatihan-pelatihan. Memang masyarakat yang bersangkutan harus siap, misal dalam menyediakan ‘homestay’. Maka itu perlu dilakukan gerakan bersama dalam waktu waktu tertentu,” jelas dia.

Penataan ini dimaksud sebagai langkah dini, dalam persiapan menjadikan wilayah Kecamatan Lingga sebagai pusat Kota Budaya yang identik dengan wisata Budaya dan Religi. Namun tidak itu saja, Gunung Daik dan Sepincan bakal menjadi pelengkap, menyuguhkan wisata alam yang menakjubkan.

“Saya yakin dan percaya apabila, Malaysia ataupun Singapura sudah dibuka ke Lagoi, sebagaimana janji pemerintah kota Batam, dan Dinas Pariwisata Provinsi. Mungkin akan terjawab setiap bulan itu 500 wisatawan,” papar Nizar.

Sebagaimana diketahui Kota Daik, memang sudah dikenal sebagai pusat pemerintahan sejak tahun 1787, masa berpindahnya pusat kerajaan dari Hulu Riau oleh Sultan Mahmud Riayat Syah III.

Sepeninggal para Sultan Melayu ini banyak meninggalkan bukti sejarah, betapa hebatnya tamadun masa dulu di Daik. Budaya melayu yang kental dengan kearifan lokal, kesenian, keagamaan, pendidikan dan lainnya. Dengan bukti sejarah yang kaya tersebut, sehingga Lingga diakui dan mendapatkan gelar Bunda Tanah Melayu.

Pewarta : Johan

Editor : Ali Atan Sulaiman

Pos terkait