Janji Kerja Berujung Eksploitasi, Ribuan Warga Kepri Terjebak Judi Online di Kamboja

Ilustrasi : BP3MI Kepri mengatakan Sebanyak 5.300 warga Kepulauan Riau (Kepri) diduga menjadi pekerja migran ilegal di Kamboja. Alih-alih mendapatkan pekerjaan layak, sebagian besar justru terjerumus dalam eksploitasi dan praktik judi online. (Foto: AI pijarkepri.com)
Ilustrasi : BP3MI Kepri mengatakan Sebanyak 5.300 warga Kepulauan Riau (Kepri) diduga menjadi pekerja migran ilegal di Kamboja. Alih-alih mendapatkan pekerjaan layak, sebagian besar justru terjerumus dalam eksploitasi dan praktik judi online. (Foto: AI pijarkepri.com)

5.300 Warga Kepri Diduga Jadi Pekerja Migran Ilegal di Kamboja

PIJARKEPRI.COM – Sebanyak 5.300 warga Kepulauan Riau (Kepri) diduga menjadi pekerja migran ilegal di Kamboja. Alih-alih mendapatkan pekerjaan layak, sebagian besar justru terjerumus dalam eksploitasi dan praktik judi online.

Bacaan Lainnya

Dilansir dari Liputan6.com Ketua Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kepri, Kombes Imam Riady, mengungkapkan data tersebut diperoleh dari hasil pemantauan lapangan serta laporan jejaring pendamping pekerja migran.

Ribuan warga Kepri itu diketahui berangkat dan bekerja di luar negeri secara nonprosedural.

“Berdasarkan data dari teman-teman pendamping dan pemantauan lapangan, kurang lebih ada 5.300 warga Kepri yang saat ini berada di Kamboja,” ujar Imam saat menghadiri peringatan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, di Batam, Kamis (18/12/2025)

BP3MI Kepri juga mencatat terdapat 24 laporan pengaduan terkait kasus kekerasan dan eksploitasi pekerja migran yang terjadi di Kamboja hingga Myanmar.

Sejumlah korban telah berhasil dipulangkan ke Indonesia melalui kerja sama dengan organisasi nonpemerintah (NGO)

Menurut Imam, korban yang telah kembali tidak boleh dibiarkan tanpa pendampingan.

BP3MI melakukan pendataan, pembinaan, serta pemulihan agar para korban dapat kembali membangun kehidupan dan semangat kerja.

“Kalau mereka membutuhkan pelatihan keterampilan atau akses ke program pemerintah, kami siap memfasilitasi,” jelasnya.

BP3MI Kepri menegaskan komitmennya untuk terus mendorong penempatan pekerja migran secara legal, memperkuat sistem perlindungan, serta memutus mata rantai keberangkatan ilegal yang kerap berujung pada Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Sementara itu, Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial (LKKS) Provinsi Kepri menyoroti pentingnya kejelasan mekanisme pemulangan ribuan pekerja migran ilegal tersebut.

Ketua LKKS Kepri, Beni, menilai perlu pendalaman terkait motif keberangkatan para pekerja.

“Harus diperjelas apakah mereka berangkat secara sukarela atau karena paksaan. Jika ada unsur paksaan, maka itu masuk kategori TPPO dan tentu ada pelakunya,” kata Beni.

Ia menekankan bahwa penanganan kasus ini tidak cukup hanya berfokus pada jumlah korban, tetapi juga harus mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam perekrutan dan pengiriman ilegal tersebut.

“Kalau penanganannya melalui BP3MI yang merupakan instansi pusat di daerah, itu artinya membantu gubernur. Tapi tetap perlu koordinasi yang kuat,” tambahnya.

Beni juga menilai koordinasi antara Dinas Tenaga Kerja pusat dan daerah sangat krusial agar penanganan kasus berjalan efektif dan tidak tumpang tindih.

“Kalau semuanya masuk ke satu pintu tanpa koordinasi, akan terlalu padat. Di tingkat provinsi, mekanismenya melalui satgas penanganan agar semua sumber daya bisa bekerja bersama,” tutup Beni.

Sumber : Liputan6.com
Editor : Aji Anugraha

Pos terkait