Maulid Nabi: Momentum Lebih Mengenal, Mengakui dan Mengikuti Muhammad Rasulullah SAW.

Abd. Malik Al Munir Jama’ah Masjid al-Hidayah RT 007/008 Perum Hangtuah Permai.

Dalam salah satu fasal di maulid al-dhiba’i karya Syekh Abdurrahman al-Dhiba’i beliau menulis: “Andaikan kita setiap waktu melaksanakan maulid untuk Ahmad, maka itu perkara yang wajib”. Pengertian kata wajib ini tentu saja bukan berkonotasi dikerjakan berpahala, ditinggalkan berdosa. Namun lebih kepada sesuatu yang wajar apabila dilakukan begitulah kira-kira maknanya sebagaimana yang kami kutip dari Quraish Shihab.

Tentu saja peringatan akan kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut tidak hanya sebatas peringatan seremonial akan tetapi ia ditekankan kepada sesuatu yang lebih dari itu. Mulai dari upaya mengenal sosok pribadi Nabi Muhammad SAW dari berbagai peran yang Beliau sandang baik itu sebagai manusia biasa (anak, remaja, suami, kakek, kepala negara dan lainnya) maupun sebagai Rasulullah (penyampai risalah). Pengenalan terhadap sosok Nabi Muhammad SAW penting dilalui karena ia merupakan pintu gerbang dalam upaya pengakuan, pengokohan, pengikraran terhadap kerasulan Nabi Muhammad SAW yang merupakan bagian rukun imam bagi seorang muslim yang tertuang dari dua kalimat syahadat.

Tentang sosok Nabi Muhammad SAW sendiri seorang penulis dari barat bernama Annie Besant dalam bukunya The Life and Teachings of Muhammad mengatakan “ It is impossible for anyone who studies the life and character of the great Prophet of Arabia, who knows how he taught and how he lived, to feel anything but reverence for that mighty Prophet, one of the great messengers of the Supreme” (Siapa pun yang mempelajari kehidupan dan karakter Nabi Agung Arab, yang mengetahui bagaimana beliau mengajar dan bagaimana beliau hidup, tidak akan dapat merasakan apa pun selain rasa hormat yang mendalam terhadap Nabi Agung tersebut, salah satu utusan agung dari Yang Maha Kuasa).

Pernyataan penulis diatas tentu saja tidak hanya sekedar isapan jempol, tapi ia adalah hasil dari pembacaannya yang mendalam terhadap sosok baginda Nabi Muhammad SAW. Hal yang perlu digarisbawahi selain dari isi ungkapan tersebut, tentu saja penyebab dari keluarnya ungkapan tersebut yang tidak lain dan tidak bukan adalah buah dari “mempelajari sosok Nabi Muhammad SAW’. Kalau para penulis barat mengagumi sosok Nabi Muhammad SAW dari hasil mempelajarinya, sudah sepatutnya ummat Islam lebih mengagumi sosok Nabi Muhammad SAW karena dilandaskan pada keimanan (wahyu) dan pengetahuan (akal yang dipergunakan untuk mempelajari sosok Baginda Nabi).

Sebagai bentuk pengenalan terhadap sosok Nabi Muhammad, Allah SWT dalam al-Qur’an menyebut kata Muhammad secara jelas di empat tempat didalam al-Qur’an yaitu QS. Ali Imran [3]:144, Muhammad [47]:2, Al-Fath [48]:29 dan Al-Ahzab (33): 40, satu dengan kata Ahmad yaitu di QS. Ash-Shaff [61]:6. Dari semua ayat diatas menegaskan bahwa Allah SWT menyandingkan kata Muhammad dengan penghormatan sebagai Rasulullah ataupun sosok yang Allah turunkan wahyu kepadanya. Diantara hal yang bisa diambil dari ayat-ayat tersebut adalah bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW diamana kata Muhammad selalu disematkan kedudukannya sebagai Rasulullah, maka sebagai ummatnya sudah semestinya juga memberi penghormatan kepada Beliau. Hal yang tak kalah penting adalah pengakuan akan kerasulan baginda Nabi Muhammad SAW, karena pengakuan atau pengikraran ini adalah jalan sarana yang memudahkan untuk menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam hidup selain dari rukun iman itu sendiri. Allah SWT bahkan mempertegas kerasulan Nabi Muhammad SAW misalnya pada surat QS Yasin [36]: 3 “sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) benar-benar salah seorang dari rasul-rasul”. Sehingga dengan ini sudah jelas bagi ummat Islam untuk mengakui secara tegas bahwa Sayyiduna Muhammad SAW adalah Rasulullah.

Dengan pengenalan yang baik dan pengakuan ataupun pengikraran terhadap sosok Nabi Muhammad SAW berarti kita sudah memainkan peran ilmu dan iman, ilmu (pengetahuan akan sosok Nabi Muhammad SAW), iman (pengakuan, pengikraran kerasulan Nabi Muhammad SAW). Dengan dua hal ini menjadi kokohnya untuk menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan, panutan, idola, karena sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW adalah cerminan dari akhlaqnya al-Qur’an, dan al-Qur’an itu adalah penuntun jalan untuk mencapai tujuan kehidupan. Diakhir tulisan ini, mari kita senantiasa mengenali, mengakui dan menjadikan sosok baginda Nabi Muhammad SAW sebagai idola kita, panutan kita, role model bagi kita. Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali sayyidina Muhammad.

 

Penulis: Abd. Malik Al Munir (Warga RT 007/005 Kelurahan Pinang Kencana)

Pos terkait