OPINI – RUU KUHP merupakan rancangan Undang-Undang yang disusun dengan tujuan memperbarui KUHP yang berasal dari Watboek Van Srafecht Voor Nenderlandsch, serta untuk menyesuaikan dengan politik hukum, keadaan, dan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara saat ini. Rancangan Undang-Undang kitab Hukum Pidana akan disahkan tanggal 15 Desember 2022. Namun ada beberapa persolaan terkait Rancagan Undang-Undang terkait Kitab Undang-Undang sebelum disahkan, pasal pasal bermasalah dalam RKUHP adalah hasil proses pembentukkan yang tidak tranparan dan partisipatif oleh pemerintah dan DPR.
Sejak tahun 1958 sampai dengan saat ini. Media social juga memiliki pengaruh terhadap penundaan penyelesaian RKUHP, RKUHP sendiri merupakan masterpiece dan legacy dalam proses perubahan dari KUHP peninggalan colonial menjadi hukum nasional. Rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang memunculkan polemic dan mendapatkan penolakkan. RKUHP dinilai membahayakan demokrasi, penegak Hak Asasi Manusia, dan pemberantasan koruosi di Indonesia.
Bukankah KHUP harus ada dalam konteks dan terkandung dalam nilai nilai fundamental UUD 1945, namun kenyataan nya KHUP yang telah disahkan itu ternyata lepas dari konteks dan nilai nilai yang terkandung tersebut. Pengesahan RKUHP ini terkesan sangat terburu buru serta terlihat meghalalkan segala cara agar dapat trobos untuk disahkan. RKUHP harus lah mencerminkan suatu per Undang-Undangan dari sebuah negara yang merdeka dan berdaulat serta menjujung tinggi demokrasi.
Mengingat persoalaan tentang Hukum Pidana ada tiga persoalaan, tentang perbuatan, tentang orang, dan tentang sanksi yang dijatuhkan. Persoalan ini dalam Hukum Pidana sudah dilaksanakan dalam satu kebijakkan kriminal yaitu terbentuknya RKUHP tetapi yang menjadi persoalan adalah sanksi yang perlu dijatuhkan.
Merumuskan suatu perbuatan pidana tentu harus tau terlebih dahulu latar belakang suatu perbuatan dan dinyatakan sah sebagai suatu tindak pidana, dan bagaimana ketikan suatu perbuatan yang awalnya bukan suatu tindak pidana menjadi suatu tindak pidana yang diacam dengan hukuman, apakah merumuskan suatu perbuatan merupakan tindak pidana dan apa bisa ditegakkan ? Namun kali ini jatuhnya hari HAM pada 10 Desember 2022 menjadi kelam karna hari ini hak hak berpendapat serta beraspirasi menjadi dikekang serta dibungkam oleh pasal karet dalam KUHP.
Pengesahan RKUHP merugikan kelompok rentan minoritas dan pelanggaran HAM akan semakin meningkat, membungkam nya kebebasan berekpresi maupun berpendapat, rakyat tidak dapat lagi bersuara dan mengevaluasi kebijakan pemerintah, rakyat dipaksa menerima segala peraturan yang dibuat walaupun itu merugikan dirinya. Dimana lagi kebebasan berpendapat rakyat jika HAM sudah tidak lagi diutamakan ?
Berbicara penolakkan, salah satu yang menolak keras keberadaan RKUHP adalah Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Aliansi ini adalah gabunga dari beberapa lembaga seperti ICJR, Elsam, YLBHI, ICW, PSHK, LeIP, AJI Indonesia, KontraS, LBH Pers, Imprasial, HuMA, LBH Jakarta, dan PSHK. Aliansi menyatakan ada tujuh alasan mengapa RKUHP harus ditolak. Pertama, RKUHP berperspektif pemenjaraan dan sangat represif membuka ruang kriminalisasi melebehi KUHP. Kedua, RKUHP belum berpihak pada kelompok rentan. Ketiga, RKUHP mengancam program pembagunan pemerintah, utama nya program kesehatan. Keempat, RKUHP mengancam kebebasan berekspresi dan memberangus proses demokrasi. Kelima, RKUHP memuat banyak pasal karet dan tak jelas mendorong kriminalisasi. Keenam RKUHP mengancam eksitensi lembaga indepeden. Ketujuh, RKUHP dibahas tanapa melibatkn sector kesehatan, social, dan sector sector lainnya.
Dari tujuh Aliansi tersebut banyak persoalaan yang muncul dalam RKUHP kemudian memunculakan istilah bahawa Rancagan regulasi yang dibahas DPR dan pemerintah sebagai RKUHP yang tidak benar atau ngawur.
Pemerintah sebaiknya mengevaluasi lebih dahulu bagaimana Kuhp saat ini diterapkan. Banyak pasal di KUHP saat ini sudah lagi tidak relavan dan harus di hapuskan. Banyak pula pasal pasal yang tumpeng tindih dengan Undang-Undang sektoral lain sehingga akan menimbulkan inkonsitensi dan ketidakpastian hukum.
Dan mengapa merumuskan suatu perbuata harus jelas dan konkrit, karna jika tidak akan mendatangkan nestapa berupa penghukuman dan orang tersebut tidak dapat kembali sebagaimana sebelum berhubungan dengan hukum pidana, begitu pentingnya dalam meneliti dan mencermati suatu perbuatan dan perbuatan tersebut harus jelas dan nyata.
Ditulis oleh : Jubaidah Stisipol RH