Partai Politik Semakin Tidak Dipercaya

Oleh Raja Daffa Muds (Mahasiswa Stisipol Raja Haji)
Oleh Raja Daffa Muds (Mahasiswa Stisipol Raja Haji)

OPINI – Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga politik, baik eksekutif, birokrasi, lembaga peradilan, lembaga perwakilan maupun partai politik adalah sebuah hambatan besar bagi perkembangan demokrasi. Rendahnya kepercayaan terhadap sistem politik yang ada adalah sebuah kondisi yang membahayakan bagi masa depan demokratisasi. Bagaimanapun, sebuah rezim demokrasi terkonsolidasi hanya jika mayoritas publik, meskipun dalam keadaan sulit atau krisis, tetap pada keyakinan bahwa prosedur dan lembaga demokratis merupakan jalan yang paling tepat untuk mengatur kehidupan bersama serta dukungan publik terhadap alternatif-alternatif non demokratis sangat kecil.

Krisis kepercayaan masyarakat terhadap partai politik semakin menguat. Bagi masyarakat, partai politik tidak bermanfaat positif untuk perbaikan kehidupan bangsa dan negara, justru merusak tatanan hukum dan demokrasi serta menciptakan kondisi politik yang tidak beraturan. Lembaga Survei Nasional (LSN) merilis 53,9% masyarakat mengaku tidak percaya terhadap integritas partai politik. Krisis kepercayaan ini dilatarbelakangi adanya kinerja buruk partai politik yang ditunjukkan melalui banyaknya kader partai politik terlibat kasus korupsi, kader partai tidak berpihak kepada rakyat dan melakukan  tindakan amoral seperti skandal seks.

Bacaan Lainnya

Hasil temuannya pertama, menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat Surabaya terhadap partai politik relatif rendah, ini tercermin pada kecenderungan meningkatkan masyarakat yang tidak menggunakan hak pilih pada pemilihan calon kepala daerah tingkat propinsi maupun tingkat kota di wilayah Surabaya. Kedua, sumber daya penghambat yang mempengaruhi tingginya masyarakat tidak menggunakan hak pilih dalam pemilihan kepala daerah tingkat propinsi maupun tingkat kota dipengaruhi oleh tingginya tingkat korup si para aktor-aktor politik, sosial ekonomi, faktor sistem politik, rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik, dan sikap apatis masyarakat terhadap pemilihan kepala daerah tingkat propinsi maupun tingkat kota.

Kinerja buruk kader partai ini membuat masyarakat pesimis terhadap partai politik sebagai pilar demokrasi. Sejatinya kader partai politik harus mampu menjaga nilai-nilai demokrasi kapanpun dan dimanapun terutama dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat (DPRD, DPD, DPR RI, Kepala Daerah). Nilai-nilai demokrasi seperti keadilan, partisipatif, pemerataan, dan taat hukum harus dijadikan sebagai pedoman dalam bersikap dan menentukan kebijakan publik.

Pada praktiknya seperti hasil survei LSN di atas, partai politik tidak menjadikan nilai-nilai demokrasi sebagai landasan atau pedoman dalam berpolitik, justru yang dikedepankan adalah kepentingan politik masing-masing yang berorientasi pada kesejahteraan pribadi kader dan institusi partai politik sehingga kebijakan publik tidak berpihak kepada masyarakat.

Kebijakan kenaikkan harga BBM bersubsidi, misalnya, adalah cermin dari sikap kader partai politik yang tidak  menjadikan nilai-nilai demokrasi sebagai pedoman dalam menentukan kebijakan. Mestinya, kader partai politik terutama DPR RI harus menolak kebijakan tersebut karena mayoritas masyarakat kecil terutama nelayan, petani, dan buruh tidak menginginkan adanya kebijakan kenaikkan harga BBM bersudsidi. Namun kader partai politik yang duduk di kursi DPR RI tidak menghiraukan suara rakyat, justru mayoritas DPR RI merasionalisasikan kenaikkan harga BBM bersubsidi.

 

Politik Dinasti Partai Politik

Permasalahan lain partai politik adalah kesenangannya mempertahankan politik dinasti. Kendati partai politik menjadikan demokrasi sebagai asas dan ideologi politik, namun dalam praktiknya mereka tidak bisa lepas dari politik dinasti. Partai politik dikelola secara kekeluargaan. Struktur dan kepengurusan didominasi satu keluarga. Kader-kader terbaik bangsa tidak diberikan kesempatan oleh keluarga tertentu untuk mengatur dan mengelola partai politik. Dampak dari dinasti politik partai politik ini adalah terbentuknya struktur negara dan pemerintahan yang dikuasai oleh keluarga tertentu, terciptanya diskriminasi politik dalam berbangsa dan bernegara, dan menguatnya budaya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Bentuk politik seperti inilah membuat bangsa dan negara semakin terbekalang, termiskinkan, dan memicu lahirnya sejuta persoalan seperti tindakan teroris serta tindakan kekerasan sosial politik. Bentuk dinasti politik partai politik semakin diperparah lagi dengan adanya pola pikir elit partai baik di pusat maupun di daerah bagai pola pikir pedagang. Pola pikir elit partai bagai pedagang tersebut dikenal sebagai politik dagang sapi. Politik dagang sapi adalah elit partai menjual partai politik kepada politisi-politisi sebagai kendaraan politik dalam meraih kekuasaan politik seperti DPRD, DPR RI, dan Kepala Daerah. Sebaliknya, para politisi mendekati elite partai untuk menawarkan dengan berbagai tingkatan harga.

Musim politik dagang sapi seperti ini adalah pada saat penyelenggaan pemilihan umum seperti Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Legislatif seperti yang berlangsung saat ini. Pada musim ini dagangan elit partai cukup laku bahkan diperebtukan politisi dengan berbagai kisaran harga. Biasanya harga tergantung sejauhmana kekuatan politik partai politik. Semakin besar kekuatan politik partai politik maka semakin besar harga yang harus dibayar politisi.

Karena itu, acapkali partai politik mengusung dan mendukung politisi yang tidak searah dengan ideologi partai. Elit partai tidak memperhatikan ideologi politisi namun melihat seberapa besar modal uang yang dimiliki politisi. Dampak dari politisi dagang sapi ini adalah lahirnya pemimpin-pemimpin politik yang tidak memiliki integritas dan kapabelitas dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dan profesional.

Partai politik yang mengabaikan peran dan fungsinya sebagai pejuang aspirasi rakyat, mengabaikan demokrasi, dan membudayakan politik dinasti secara langsung menjadikan bangsa dan negara semakin terpuruk. Karena itu, diharapkan ditahun pemilu ini partai politik dapat mengoptimalkan fungsi kerakyatannya, mampu berinteraksi dengan masyarakat tanpa dibatasi waktu dan ruang elitis, dan berupaya memperbaiki kaderisasi dan penataan sumber keuangan. Dengan melakukan hal-hal tersebut, partai politik akan semakin mantap sebagai pilar demokrasi untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara.

Pos terkait