TEMUAN lapangan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) seperti yang disampaikan Ketua Bidang Jaringan APPSI Don Muzakir (22/09/2022) terkait Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai kompensasi naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi belum berhasil meningkatkan daya beli masyarakat. Hal ini diketahui melalui sepinya pasar yang dipengaruhi oleh melemahnya daya beli masyarakat.
Temuan lapangan ini kemudian menjadi kajian lanjutan bagi APPSI yang dihubungkan dengan data yang menunjukkan semakin tingginya inflasi di Asia Tenggara. Bank Pembangunan Asia (ADB) menyebutkan tingkat inflasi Indonesia akan melonjak tinggi hingga Desember 2022 sebagai akibat dari kenaikan BBM bersubsidi. ADB merevisi proyeksi inflasi di Indonesia dari 3,6 persen menjadi 4,6 persen pada 2022, dan 3 persen menjadi 5,1 persen pada 2023 (Kompas, 22/09/2022).
Berdasarkan data di atas penting untuk melihat bagaimana posisi daya beli masyarakat menengah ke bawah dan bagaimana pemerintah terus aktif dalam upaya pengendalian inflasi tersebut. Dalam konteks ini, pemerintah memang telah menempuh berbagai cara baik melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK), pembentukan Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) hingga pada pembentukan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Namun demikian, semua upaya itu masih jauh dari kata efektif saat melihat kondisi lapangan hari ini. Sehingga membutuhkan cara lainnya untuk melihat kondisi konkret di lapangan terkait efisiensi strategi pengendalian inflasi.
Karena kontribusi konsumsi rumah tangga masih mendominasi Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, maka penting melihat sektor daya beli masyarakat sebagai kunci penopang ekonomi nasional. Demikian halnya dengan keberadaan pasar tradisional adalah tempat berbagai aktivitas transaksi ekonomi masyarakat menggeliat. Dengan kehadiran BLT sejatinya dapat memberi angin segar bagi masyarakat atau pun pedagang pasar tradisional dalam menghadapi gelombang inflasi yang diproyeksikan terus melambung tinggi hingga 2023.
Pedagang pasar tradisional memang tidak memiliki kuasa dalam memutuskan suatu kebijakan fiskal atau moneter saat menghadapi inflasi, paling tidak pedagang pasar memiliki kewajiban dalam menyampaikan aspirasi terkait kondisi ekonomi nasional yang menimpanya. Untuk itu, pemerintah mesti terus melakukan evaluasi terkait efisiensi BLT untuk dapat mengarah kepada penguatan daya beli masyarakat. Sebab imbas melemahnya daya beli masyarakat juga dipengaruhi oleh pola pengendalian harga pangan dan energi. Maka dari itu upaya meningkatkan daya beli masyarakat sangat krusial serta harus tepat dan cepat.
Berdasarkan observasi yang dilakukan APPSI, saat ini hampir seluruh pasar di Indonesia mengalami sepi dari pembeli/konsumen. Sikap mengerem dalam berbelanja akibat naiknya sejumlah harga barang hampir menjadi gaya hidup bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah hari ini. Pola mengerem dalam berbelanja ini bukan saja dilakukan setelah kenaikan BBM bersubsidi, namun pada masa pandemi memuncak di Indonesia, pola berbelanja seperti ini telah dilakukan masyarakat yang tabungannya tidak mampu menahan kuat dari dampak pandemi. Kini, masyarakat yang dimaksud kembali menghadapi bagaimana bertahan hidup menghadang inflasi.
Benar bahwa dalam beberapa hari terakhir pemerintah terus melakukan terobosan untuk meredam inflasi. Salah satunya kita telah mendengar informasi bahwa pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan membeli Cabai hingga Bawang Merah petani. Upaya ini patut diapresiasi karena akan memperkuat ekonomi masyarakat kalangan petani.
Masyarakat kalangan lainnya seperti pedagang pasar, nelayan hingga peternak masih terus menunggu kebijakan kebijakan strategis dan terintegrasi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat menengah ke bawah dalam menghadapi gejolak inflasi, termasuk di dalamnya adalah upaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat melalui skema BLT.
BLT yang tepat sasaran juga kunci dalam menopang daya beli masyarakat, sehingga kemudian pasar rakyat atau pasar tradisional tidak sepi pembeli. Saat ini diperkirakan ada 40 persen konsumen pasar tradisional yang tidak mengunjungi pasar. Hal ini tentunya juga dilatarbelakangi oleh faktor naiknya sejumlah harga barang dan jasa sebagai dampak dari inflasi. Dampak inflasi yang merambat ke seluruh aktivitas perekonomian nasional dan daerah mesti disikapi dengan bijaksana dan penuh sikap gotong royong. Karena inflasi tidak hanya terjadi di Indonesia saja, bahkan juga pada wilayah Asia Tenggara, Asia Timur, Asia Selatan hingga ke Asia Tengah.
APPSI yang memiliki hubungan erat dengan seluruh pedagang pasar di Indonesia terus berusaha untuk membangun sikap gotong royong ini untuk dapat bersama sama meningkatkan daya beli masyarakat, termasuk membuka ruang bagi skema efisiensi penyaluran BLT terhadap pedagang pasar di Indonesia. Berdasarkan informasi yang penulis per oleh dari Ketua Umum APPSI Sudaryono saat berkunjung ke beberapa pasar tradisional di Papua, bahwa pedagang pasar setempat kurang mendapat informasi terkait BLT.
Tentunya kondisi sedemikian tidak dikehendaki oleh pemerintah, sehingga APPSI dalam konteks ini terus membuka diri untuk memperkuat berbagai program pemerintah dalam meningkatkan daya beli masyarakat, dan terus berusaha berkolaborasi dengan pemerintah untuk mampu menciptakan stabilitas pasar tradisional di seluruh wilayah Indonesia di tengah badai inflasi yang belum menampakkan tanda redanya.
Ditulis Oleh Zulfata
Kepala Lembaga Kajian Strategis APPSI