Jelajah Konektivitas Hati di Pulau Natuna

Seorang pengunjung tengah menikmati suasana matahari tenggelam di Pulau Senua, Natuna. (f-aji anugraha)

PIJARKEPRI.COM, Natuna – Bumi menyisipkan satu dataran kecil di timur dan utara peta dunia, dia adalah Natuna. Satu dari tujuh kabupaten dan kota di Provinsi Kepulauan Riau yang berada pada jalur pelayaran internasional Hongkong, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Singapura dan Taiwan.

Sedari dulu Pulau Natuna menjadi tempat berlabuhnya para penjelajah dunia dari berbagai generasi ke generasi, abad ke abad, dinasti ke dinasti, yang tidak hanya dapat dilihat dari letak geografisnya yang berada di lempeng eurasia, juga meninggalkan banyak puing-puing peninggalan peradaban manusia.

Bacaan Lainnya

Natuna merupakan kepulauan paling utara di selat Karimata. Di sebelah utara, Natuna berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja, di selatan berbatasan dengan Sumatera Selatan dan Jambi, di bagian barat dengan Singapura, Malaysia, Riau dan di bagian timur dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat.

Merujuk data Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten ini terkenal dengan penghasil minyak dan gas. Cadangan minyak bumi Natuna diperkirakan mencapai 1. 400.386.470 barel, sedangkan gas bumi 112.356.680.000 barel. Lumbung ikan terluas, alam yang indah, tak jauh dari pandangan dunia, kalau Natuna merupakan mutiara di timur dan utara dunia.

Sebagian besar pecinta alam tak segan meluangkan waktu untuk berkeliling ke seluruh dunia untuk menemukan tempat-tempat baru, seorang diri mau pun bersama-sama. Inilah yang mengawali tiga jurnalis asal Tanjungpinang dan Batam, Kepulauan Riau menggerakkan hati untuk dapat sampai ke laut sakti rantau bertuah, moto Natuna.

Senin, 27 Agustus 2018 tiga jurnalis bertemu di Bandar Udara Internasional Hang Nadim, Batam. Ketiganya yakni, Aji Anugraha seorang jurnalis media pijarkepri.com, Ajang Nurdin pewarta liputan6.com dan Hadis Gowest.id. Ketiganya tak mengatur waktu, bertemu untuk berpergian bersama menuju Natuna.

Sudah barang tentu sebagai seorang yang sudah lama menggeluti dunia jurnalistik, Pulau Natuna tak asing bagi Ajang dan Hadis, yang biasa diajak Gubernur, Menteri, Presiden berkunjung ke Pulau terdepan di Indonesia ini. Tak ada yang lain, kedatangan mereka ke Natuna untuk menyampaikan pesan kepada dunia melalui lini masa tentang apa yang ada disana.

Jarak tempuh dari Batam ke Natuna sepanjang 589 Kilometer, dapat ditempuh dengan jalur transportasi udara mau pun laut yang telah digesa pemerintahan setempat dan menjadi salah satu prioritas pembangunan pemerintah pusat. Ini yang disebut dengan konektivitas.

Maskapai Sriwijaya Air mengantarkan kami bertiga satu jam tiga puluh menit mendarat di Bandar Udara Raden Sadjad, satu-satunya Bandara di Ibukota Natuna, Ranai.

Bandar Udara Raden Sadjad, Natuna. (f-aji anugraha)

Bandara Ranai adalah bandara komersil sekaligus militer yang dioperasikan TNI-AU atau bandara Enclave Sipil yang berfungsi sebagai bandara pengumpan penerbangan domestik. Landasan pacu bandara Lanud Ranai sendiri dibangun pada tahun 1980-an. Dengan panjang 2.550 meter dan lebar 32 meter.

Awalnya landasan ini hanya bisa menampung kapal berukuran sedang seperti boeing 737 tipe 300-500. Namun Kementerian Perhubungan telah menambah kapasitas jumlah penumpang di Bandara Ranai dengan mengembangkan terminal baru dengan luas 3.868 m2 yang dapat menampung calon penumpang sebanyak 385 orang dan menampung pesawat ukuran besar, termasuk pesawat boeing 400 milik TNI AU.

Ini menunjukkan sejalan dan sesuai dengan program Nawacita Presiden Joko Widodo didalam menjaga wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang disamapaikannya beberapa waktu lalu. Dia menetapkan lima pilar percepatan pembangunan di Kabupaten Natuna.

Lima pilar tersebut yakni, percepatan pembangunan Kelautan dan Perikanan, Migas, Pariwisata, Pertahanan dan Pengendalian Lingkungan Hidup. Hampir kesemua sektor percepatan pembangunan terrealisasi dan mulai berjalan di kabupaten Natuna.

Sejalan visi dan misi Gubernur Kepulauan Riau H Muhammad Sani (Alm) dan Wakil Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun sewaktu paripurna di ruang rapat utama, Kantor DPRD Kepri di Dompak, Tanjungpinang, Kamis 3 September 2015 menyebutkan, dari segi konektivitas antara kota/kabupaten yang ada di Kepri harus bisa ditingkatkan agar dapat bersinergis dalam pembangunan di Kepri.

“Dari pertumbuhan ekonomi inilah yang menjadi acuan yang utama untuk kami di lima tahun ke depan apabila nantinya kami terpilih menjadi orang nomor satu di Provinsi Kepri,” kata Sani dalam pidatonya yang kemudian saat ini dilanjutkan Wakilnya Nurdin Basirun.

Sejak saat itu pula, setelah wafatnya Gubernur Kepri H Muhammad Sani (Alm) dan digantikan oleh Nurdin Basirun, konektivitas hati antara pemerintah dan masyarakat, kabupaten kota dan provinsi di Kepulauan Riau terus digesa, hingga sampai di Kabupaten Natuna.

Jelajah konektivitas hati tak terlepas dari salah satu program strategis Pemerintah Pusat, yakni sektor pariwisata di Kabupaten Natuna yang sayang untuk dilewatkan.

Sejumlah objek wisata unggulan mulai ditata dan dibangun di sejumlah pulau-pulau di Natuna, terutama di kawasan Ibukota, Ranai. Diantaranya, Alief Stone Park, Museun Sri Serindit, Masjid Agung Natuna, Pulau Senua, Pulau Akar, Pantai Batu Kasah, dan sejumlah destinasi wisata lainnya yang tak dapat disebutkan satu persatu.

Jelajah Alief Stone Park

Alief Stone Park, destinasi wisata pilihan Ranai, Natuna. (f-aji anugraha)

Alif Stone Park terletak di tepi pantai Desa Sepempang, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Di tempat ini terhampar batuan granit besar yang indah dan kokoh. Keindahannya tak kalah dengan pantai-pantai di seantero negeri.

Di Alif Stone Park bersusun batu-batu geranit besar yang membentuk lorong-lorong kecil disetiap selah-selah batu yang tersambung dengan jembatan kayu, membentang sepanjang pantai dengan pesona alam yang sangat natural, tenang dan penuh kesejukan dari hembusan angin laut.

“Tempat ini rekomendasi untuk siapa saja yang ingin mencari ketenangan, keluar dari sibuknya kehidupan kota dan ingin menyindiri,” kata Karin, sorang pengunjung dari Jakarta yang tengah menghabiskan waktu di Natuna.

Pulau Akar

Pulau Akar, destinasi wisata Natuna. (f-aji anugraha)

Pulau Akar berada di daerah Cemaga Tengah, Kecamatan Bunguran Selatan. Dari penginapan di ibu kota Ranai, perjalanan ke Pulau Akar dapat ditempuh lebih kurang 45 menit.

Pulau kecil ditengah laut yang tidak jauh dari rumah penduduk ini dikelilingi pepohonan berakar yang berdiri kokoh diatas bebatuan. Warna batu hitam mengkilap terlihat semakin mempesona, kontras dengan gradasi warna laut aquamarine biru tosca.

Kesempatan ini tak dilewatkan Ajang, sorang jurnalis yang tengah mengabadikan momen di Pulau Akar. “Sungguh indah,” ungkapnya.

Pesona Batu Kasah

Pantau Batu Kasah, Natuna. (f-aji anugraha)

Tak jauh dari Pulau Akar, lebih kurang satu jam Natuna memperlihatkan keindahan alamnya lagi yakni, Pantai Batu Kasah, salah satu pantai terbaik di Natuna yang terletak di Bunguran Selatan.

Deretan pohon kelapa berbaris rapi dipinggir pantai beralaskan pasir putih. Semilir angin laut berhembus sendu ketika duduk di deretan pondok santai yang disediakan pemerintah setempat untuk para pengunjung.

Batu granit raksasa yang tagar berdiri mengajak kita untuk naik keatasnya dan mengarahkan mata melihat betapa indahnya biru laut, hamparan pasir putih panjang dan warna warni karang di destinasi unggulan Pemerintah Kabupaten Natuna.

Ajang tak meninggalkan kesempatab untuk berselvie ria diatas bebatuan. “Ini sangat indah,” ujarnya.

Pulau Senua

Pulau Senua, Natuna. (f-aji anugraha)

Pulau Senua biasa di sebut oleh masyarakat setempat asli Ranai adalah Pulau Senue atau Pulau Senuou, pulau yang terkenal dengan pemandangan pantai yang berpasir kuarsa putih ini memiliki bentuk menyerupai orang sedang hamil.

Pulau Senua terletak tidak jauh dari Desa Sepempang, Ranai, Kabupaten Natuna.

Jarak tempuh dari Desa Sepempang ke pulau Senua memakan waktu tidak terlalu lama, hanya 15 menit dengan biaya Rp. 300.000 untuk pulang-pergi, dengan menyewa pompong yang dimiliki nelayan setempat.

Sepanjang perjalanan menuju pulau Senua, siapa pun akan dimanjakan dengan pemandangan air laut yang jernih dan terumbu karang yang indah, selain itu anda juga di sugguhi pesona Gunung Ranai.

Salah satu daya tarik Pulau Senua adalah gua sarang walletnya yang menghadap langsung ke bibir laut yang dikelilingi dengan bebatuan curam. Dari puncak bukit gua sarang walet, kita bisa menikmati pemandangan Gunung Ranai, Batu Sindu, dan Pantai Tanjung.

Menara Mercusuar, di Pulau Senua, Natuna. (f-aji anugraha)

Senua juga memberikan tempat khusus untuk melihat lajur pelayaran dan batas-batas daerah Kabupaten Natuna. Memandang lautan dari menara mercusuar yang berdiri kokoh dipinggir pulau tersendiri, meskipun masih satu daratan Senua, jika berada diatasnya tak ayal laut biru membentang luas mengantarkan suasana hati tenang.

“Sungguh indah senua,” kata Hadis, saat mengabadikan gambar visual Senua kala itu.

Pulau Senua merupakan pulau tidak berpenghuni dan masih sangat alami. Jika sudah senja, Senua menghadapkan kita pada indahnya tenggelamnya matahari di dataran rendah gunung rejai.

Masjid Agung Natuna

Masjid Raya Natuna. (f-aji anugraha)

Masjid Agung Natuna atau disebut Masjid Raya Natuna terletak di Jalan Datuk Kaya Wan Muhd. Benteng Ranai, Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.

Masjid ini merupakan kebanggaan rakyat Natuna karena kemegahannya yang disebut-sebut sebagai masjid terbesar dan termegah di Kepulauan Riau.

Masjid Agung Natuna dibangun sebagai bagian dari Kompleks Gerbang Utara di Kota Ranai, yang mana adalah pusat pemerintahan dan bisnis di wilayah ini. Masjid ini dibangun tahun 2007.

Masjid Agung Natuna mempunyai banyak keunikan. Arsitekturnya bernuansa religius sangat kental terasa.

Salah satu yang membuat Masjid Agung Natuna tampak menarik adalah kubahnya yang mirip dengan Kubah Taj Mahal di India. Dari beberapa sisi memang terlihat sangat mirip sekali dengan Taj Mahal yang asli.

Masjid Natuna mampu menampung 180 jemaah dalam setiap baris atau shaf. Ornamen-ornamen di dalamnya mengambil inspirasi dari Al-Quran. Bagian tengah masjid tampak diterangi cahaya alami yang bersumber dari kubah berlukiskan kaligrafi dan bermotif bunga.

Bagian tepi pada lantai satu yang terteduhi lantai dua cukup gelap. Untuk meneranginya dibuat bukaan berupa karawang yang terletak di atas pintu masuk yang memilliki dimensi cukup besar.

Ruangan pada bagian ini diterangi oleh sedikit cahaya dari atas layaknya ruang-ruang gotik. Dari segi bentuk, pintu masuk ini memiliki geometrika lengkung yang bagian atasnya lancip.

Dua pintu utama yang terletak di sisi kiri dan kanan gedung menghadap ke kiblat, nampak mengarahkan nuansa ruang itu menjadi terfokus pada sumber yang seakan nampak ibaratkan cahaya Ilahi.

Sebagian bangunan di Masjid Agung Natuna ditempati beberapa Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Natuna salahatunya adalah Dinas Pariwisata setempat, untuk mempermudah pelayanan akses masyarakat di Ibukota.

Kuliner

Makanan khas Natuna, Kernas. (f-aji anugraha)

Tidak hanya keindahan pariwisata yang disajikan Natuna untuk jurnalis seperti Ajang dan Hadis, begitu juga dengan kuliner. Setiap daerah pasti memiliki beragam kuliner, begitu juga Natuna.

Salah satu rumah makan yang menyediakan menu makanan lengkap dan tempat makan yang bertema alami di Natuna yakni, RM Adelio. Kami sempatkan waktu untuk mampir ke rumah makan yang juga menyajikan beragam oleh-oleh khas Natuna.

Kuliner khas Natuna yang paling diburu para pengunjung yakni, Kernas, Tabel Mando, Calok, Pedek, Kercak dan bingkisan manis seperti Dodol Durian Natuna, Madu dan beragam makanan laut yang dikemas dalam bungkusan.

Saat itu kami mendapat kesempatan untuk mencoba Kernas dan Tabel Mando, yang keduanya merupakan makanan khas Natuna, terbuat dari campuran ikan tongkol dan sagu, sedikit rempah-rempah dan cabai merah sebagai penyedap rasa pedas.

Begitu juga dengan Tabel Mando. Bentuknya seperti roti prata isi itu juga dibuat dengan racikan sagu, ikan tongkol digoreng dan disajikan bersama saus cabai merah.

Makanan khas Natuna, Table Mando. (f-aji anugraha)

Tak asing bagi juru masak RM Adelio, Neti, yang sudah sedari dulu membuat adonan Kernas, Table Mando dan beragam kuliner Natuna lainnya. Katanya, kalau sudah dibuat kernas harua segera dimasak dan cepat disajikan.

“Makannya enaknya selagi hangat, kalau sudah dingin tidak enak. Jadi kalau tidak dimakan disimpan di tempat dingin, seperti kulkas,” katanya, sembari menggoreng Kernas untuk kami coba.

Usai membungkus perlengkapan oleh-oleh khas Natuna, berpamitan dengan penduduk setempat, jelajah konektivitas hati di Pulau Natuna pun kami akhiri. Meskpun masih banyak tempat-tempat yang tak sempat kami kunjungi yang tersebar di 12 kecamatan Natuna.

Kami menamai perjalanan ini Jelajah Konektivitas Hati di Pulau Natuna, bukan hendak bermaksud menyamai visi dan misi Gubernur Kepri yang lantang ingin membangun lima sektor percepatan pembangunan di Kabupaten Natuna, sesuai arahan Presiden.

Kata ‘konektivitas’ yang melekat pada perjalanan ini lebih dikarenakan bentang demi bentang laut yang harus diseberangi untuk dapat sambutan baik dari Gunung Rejai yang tinggi kokoh menghadap ke siapa saja yang datang.

Kami yakin, keindahan Kepri adalah keniscayaan. Kami tidak melulu percayapada cerita orang. Kami ingin mengalami keindahan itu dengan jiwa kami sendiri. Meresapkan kehangatan keramahan orang-orang yang
kami temui ke dalam dada. Dari Tanjungpinang, ke Batam, lanjut ke Ranai, terus ke Senua, menyeberang menyebrang kembali ke tempat dimana kita beraktivitas.

Lelah yang mulai merasuk ke sekujur tubuh bukan hal yang kami sesali. Justru, dalam setiap langkah jelajah ini, kami akan menyesal sejadi-jadinya jikalau ada kabar baik, deret keindahan, yang alpa kami bagikan.

Sekarang, kami percaya, keindahan Natuna itu bukan bualan belaka, tapi ada senyata-nyantanya bagi mereka yang mau menjemputnya.

Gendong tas ransel, angkat kamera, dan bagikan keindahan daerah tercinta ini kepada dunia. Sebab kabar dan pengalaman baik tidak elok disimpan sendiri.

Pewarta : Aji Anugraha

 

Pos terkait