Urgensi Membangun Pendidikan dan Budaya Literasi Daerah Terdepan

Seorang guru tengah mengawasi pelaksanan ujian Nasional di Kota Tanjungpinang. (Foto: ajianugraha/doc.pijarkepri.com)
Seorang guru tengah mengawasi pelaksanan ujian Nasional di Kota Tanjungpinang. (Foto: ajianugraha/doc.pijarkepri.com)
Seorang guru tengah mengawasi pelaksanan ujian Nasional di Kota Tanjungpinang. (Foto: ajianugraha/doc.pijarkepri.com)
Seorang guru tengah mengawasi pelaksanan ujian Nasional di Kota Tanjungpinang. (Foto: ajianugraha/doc.pijarkepri.com)

PENDIDIKAN sudah menjadi kebutuhan semua manusia dan menjadi kunci bagi kemajuan sebuah bangsa. “Sebuah negara dikatakan maju, apabila memenuhi 3 aspek berikut : yang pertama pendidikan, yang kedua kualitas hidup, yang ketiga adalah hukum. Jika ketiga nya sudah sesuai, dan mampu berjalan beriringan, maka saya yakin, Indonesia dapat menjadi negara maju” kata Bapak Hermawan, Pustakawan (2014).

Mengutip sebagaimana disampaikan Hermawan, tentu menjadi sebuah pertanyaan, mengapa pendidikan menjadi aspek pertama dalam sebuah negara ?, karena pendidikan di sebuah negara merupakan cerminan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di negara tersebut.

Bacaan Lainnya

Pendidikan di wilayah terdepan khususnya di Provinsi Kepulauan Riau masih terbilang rendah. Faktor yang menyebabkan rendahnya pendidikan di Kepulauan Riau yakni, pertama adalah sumber daya manusia yang meliputi masyarakat (budaya, ekonomi), tenaga pendidik (skill), siswa (minat baca, gizi dan nutrisi) terbilang masih sangat minim.

Faktor kedua, rendahnya pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana pendidikan yang meliputi transportasi, fasilitas, bangunan, buku bacaan dan dukungan tenaga listrik. Dari data yang penulis dapatkan dari mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISP) Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang, data yang mewakili 7 kabupaten dan kota yang ada di Kepulauan Riau, dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan di Kepulauan Riau masih rendah.

Data yang penulis terima dari mahasiswa dan mahasiswi dari 7 kabupaten kota di Kepulauan Riau tersebut, mengakui masih minimnya pembangunan literasi pendidikan di Kepulauan Riau, sehingga perlu disikapi secara matang dan menjadikan permasalahan tersebut penting untuk diatasi seksama.

Evi, mahasiswi jurusan Ilmu Hukum FISP UMRAH yang berasal dari batam mengungkapkan Infrastruktur seperti bangunan, transportasi, listrik di sejumlah sekolah Batam sudah cukup tersedia. Hanya saja di salah satu pulau yang disebut “Rempang Galang Barelang”  masih kurang diperhatikan masalah pendidikannya.

Dimana di daerah tersebut terdapat sekolah namun tenaga pendidiknya kurang karena daerah tersebut bisa disebut daerah terpencil. Oleh sebab itu infrastrukturnya masih kurang, tidak ada perpustakaan dan komputer yang memadai.

Bukan hanya di daerah tersebut, di Batam juga masih terdapat beberapa sekolah yang menumpang di gedung sekolah lain. Karena gedung baru masih dalam pembangunan.

Sama hal nya dengan Sinta, mahasiswi FISP UMRAH Jurusan Sosiologi asal Tanjungpinang. Sinta mengungkapkan, fasilitas sekolah di Tanjungpinang sudah memadai, hanya saja di wilayah kampung bugis, komputernya kurang, bangunan sekolah bagus, tersedia perpustakaan namun minat baca siswa masih kurang.

Pratiwi, mahasiswi FISP UMRAH Jurusan Ilmu Pemerintahan, asal Natuna mengungkapkan, di tempat asalnya, transportasi ke sekolah menggunakan bus dan motor, infrastruktur bagus, buku bacaan lengkap, fasilitas sudah bagus hanya saja komputer kurang memadai, sedangkan listrik hanya hidup dari jam 5 sore sampai jam 7 pagi, pada saat praktik menggunakan komputer listrik hidup dengan menggunakan mesin jingset milik sekolah.

Yusnardi, mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISP UMRAH asal Kabupaten Kepulauan Anambas mengungkapkan akses ke sekolah menggunakan motor. Hanya saja anak-anak dari pulau Bayat, mereka melalui jalur laut, ongkos 5 ribu pergi dan pulang.

Di Anamas, sara baca siswa seperti perpustakaan dan ketersedian buku baca tercukupi. Di sektor Insfrastruktur, Anambas juga cukup baik, ketersedian listrik sudah mengalir 24 jam. Minat baca bagus, karena sekolah mempunyai program yaitu mewajibkan siswa dan siswi membaca dalam satu minggu.

Namun, menurut Yusnardinl, di Anambas masih minimnya kualifikasi pendidikan untuk tenaga pengajar di sekolah-sekolah, hal itu dapat dilihat dari setiap penjelasan yang disampaikan para pendidik.

“Saya tidak paham sehingga saya tidak mengerti apa yang dia sampaikan, kualitas guru masih harus ditingkatkan,” ungkap yusnardi.

Meski pun demikian, hal ini bukan berarti bahwa kualitas guru di Anambas terbilang rendah. Akan tetapi, masih sedikitnya guru yang memiliki kualifikasi yang layak.

Bukankah syarat menjadi seorang guru tidak hanya sekedar pandai, namun seorang guru harus bisa menyampaikan apa yang ia ketahui, apa yang ia pahami tentang mata pelajaran tertentu, dan membuat siswa paham dengan pelajaran yang diajarkan.

Seorang guru harus bisa memahami siswa, membuat suasana belajar yang menyenangkan dan memiliki pengetahuan yang luas bukan hanya mata pelajaran yang ia ajarkan namun mengerti dengan segala hal.

Informasi lain mengenai pendidikan di Kepulauan Riau juga diutarakan Sudarmiati, seorang mahasiswi asal daerah Pancur, Kecamatan Lingga Utara, Kabupaten Lingga.

Sudarmiati menggungkapkan, saat ini pendidikan di Lingga dalam tahap pemerataan. Masih minimnya sarana transportasi di Lingga menjadikan semangat anak untuk bersekolah di lingga menurun. Padahal, minat untuk bersekolah cukup tinggi di kabupaten yang kerap disebut “Bunda Tanah Melayu”.

Ongkos menggunakan tranportasi laut untuj sampai ke sekolah sebesar Rp4.000, dan waktu yang di tempuh paling lama 30 menit untuk sampai ke sekolah.

Sudarmiati juga mengungkapkan, masih banyak tenaga pengajar ddi pulau-pulau yang berpendidikan tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA). Fasilitas sekolah kurang memadai. Sementara mengenai minat baca siswa dan siswi Lingga cukup tinggi.

“Hanya saja perpustakaan umum yang kurang disana, sedangkan perpustakaan di sekolah sudah baik,” ujarnya.

Bangunan sekolah masih ada yang tidak bagus, karena masih ada sekolah yang tidak menggunakan keramik hanya beralaskan semen saja. Fasilitas seperti komputer ada, akan tetapi ketersedian listrik tidak sepenug waktu.

“Kalau siang tidak hidup, dan kadang-kadang guru yang mengajar komputer tidak ada,” ujarnya.

Sudarmiati berharap pemerintah dapat memperhatikan kualitas SDM dan Infrastruktur pendidikan di Kabupaten Lingga agar lebih baik.

Pemerintah diminta untuk dapat memaksimalkan profesi guru agar tidak ada lagi guru yang mengajar tidak sesuai bidangnya. Mengenai tranportasi semoga lebih di perhatikan lagi karena transportasi yang digunakan adalah pompong kecil dan sudah lama tidak di ganti.

“Semoga Dinas Pendidikan dapat mengatur segala keperluan dalam proses belajar dan mengajar secara merata agar terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas,” ujarnya.

Beralih ke Ema, salah satu narasumber yang berasal dari Kabupaten Karimun yang digelar bumi berazam, Tanjung Balai Karimun tepat nya di Kecamatan Tanjung Batu.

Ema mengungkapkan, saat ini masyarakat di Tanjung Batu sangat membutuhkan pendidikan, minimal itu lulus SMA atau S1. Kemampuan guru di Tanjung Batu sudah sangat bagus, minat baca di daerah itu masih kurang, hal itu dikarenakan kurangnya ketersediaan sarana baca, seperti perpustakaan.

Perpustakaan tersedia, hanya saja tempatnya terpencil dan jarang orang-orang datang kesana, sedangkan bahan bacaan perpustakaan di sekolah sudah cukup, listrik sudah bagus, transportasi menuju ke sekolah sudah mudah ada yang menggunakan angkot dan kendaraan pribadi.

“Bangunan sekolah sudah bagus,dan perpustakaan ada di masing-masing sekolah,” ungkapnya.

Nurhatijah, mahasiswi Jurusan Ilmu Hukum, berasal dari Bintan, tepatnya di Desa Teluk Bintan mengungkapkan bangunan dan fasilitas sekolah di Bintan sudah cukup baik, minat baca alhamdulillah sudah semakin meningkat, listrik sudah cukup baik, untuk hasil SDA, sebagian besar di Bintan menyebar petani karet dan kelapa di beberapa tempat.

Kemudian, untuk musiman, Bintan pengasil durian terbesar. Sampai-sampai Bintan sendiri mengadakan event durian party. Kemampuan guru sudah cukup baik dengan di bantu apresiasi sekolah yang cukup baik.

Nur mengharapkan, pendidikan di Kepulauan Riau ke depannya tidak hanya melahirkan generasi yang cerdas akan tetap juga bermoral.

Dari data yang penulis peroleh, dapat kami simpulkan faktor utama yang mempengaruhi penyebab rendahnya kualitas pendidikan daerah terdepan khusus nya Kepulauan Riau yakni, Sumber Daya Manusia (SDM) dari segi minat baca siswa dan siswi dan infrastruktur dari segi media belajar(komputer) juga perpustakaan yang masih kurang,dan lokasi perpustakaan yang tidak strategis.

Minat baca siswa dan siswi dan fasilitas pendukung seperti perpustakaan adalah dua hal yang saling berkaitan. Hal tersebut yang menyebabkan literasi di Kepulauan Riau masih rendah yang berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia di Kepri.

Berbicara dalam konteks literasi, sebenarnya bukan hal yang asing lagi dalam tradisi Melayu, khususnya di Provinsi Kepulauan Riau. Tercatat dengan tinta emas dalam lembar sejarah, bahwa dari pulau kecil Penyengat, Tanjungpinang, telah lahir tokoh berlian, seorang sastrawan religius Raja Ali Haji (1808-1987), yang sangat produktif berkontribusi dalam bidang literasi di Indonesia.

Percikan pikiran bernas dan kedigdayaan goresan pena Raja Ali Haji dalam bidang literasi tak diragukan lagi kepopulerannya. Hal ini dapat dilihat dari karya monumental Gurindam Dua Belas, Tuhfat aN – Nafs, Mukaddimah fil Intidzam dan puluhan mahakarya lainya, yang telah menjadi peninggalan adiluhung dalam khasanah intelektual bangsa, serta telah menjadi rujukan dalam dunia akademis.

Faktanya, minat baca di era digital saat ini sudah memudar, yang menjadi daya tarik bagi anak-anak bukan lagi kegiatan literasi (baca-tulis), tergusur oleh trend gawai budaya instan yang berakibat fatal dapat menurunkan minat sahwat dalam berliterasi.

Salah satu contoh nyata dari sejumlah narasumber, khususnya sangat diperlukan ketersedian srana baca seperti buku-buku di perpustakaan di sekolah-sekolah dan perpustakaan umum. Seharusnya, perpustakaan menjadi urat nadi pembelajaran dan jantung literasi di sekolah, dimana siswa-siswi membaca buku, kini berubah menjadi sepi karena berbagai sebab.

Salah satu penyebabnya adalah lokasi perpustakaan yang sulit di jangkau dan perpustakaan yang belum memadai yang berpengaruh terhadap minat baca peserta didik dan kualitas sumber daya manusia di Kepulauan Riau.

Marilah terbuka, apakah keadaan ini akan terus di biarkan? Pemerintah tidak dapat bekerja sendirian dalam menuntaskan masalah pendidikan di daerah terdepan khusus nya Kepulauan Riau.

Pemerintah membutuhkan kerja sama dari berbagai lapisan masyarakat agar dapat memenuhi portensi nya dalam menghadapi tantangan global.

Semoga pemerintah bisa mengatur dan membangun, juga meningkatkan pendidikan serta budaya literasi daerah terdepan khusus nya Kepulauan Riau, agar melahirkan generasi yang cerdas,bermoral dan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung peningkatan ekonomi di Kepulauan Riau.

Penulis : Ersa Mayola, Tri Putri Rotua Limbong, Diana, Irsyad.

(Penulis merupakan mahasiswa jurusan Pendidikan Biologi Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang.)

Diterbitkan : media online pijarkepri.com

Pos terkait