PIJARKEPRI.COM, Bintan – Komunitas Belajar (KOBAR) Kepulauan Riau meminta Pemerintah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau untuk cepat tanggap menyikapi limbah minyak yang beredar di sepanjang perairan hingga pantai Desa Berakit, Bintan.
Ketua Bidang Lingkungan Hidup KOBAR Kepri, Siska Orviana di Tanjungpinang, Sabtu (24/3) mengutarakan keberadaan limbah minyak yang tidak hanya mengganggu lingkungan, perlu disikapi pemerintah agar tidak menjadi agenda tahunan yang dapat merugikan masyarakat setempat.
“Kami melihat dan mendengar kondisi perairan Bintan yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan kesulitan mencari ikan dikarenakan keberadaan limbah ini.Pemerintah setempat harus mengambil sikap, secepatnya,” katanya.
Jika diperlukan, lanjutnya, KOBAR menyatakan kesiapan untuk membantu Pemerintah setempat dan instansi terkait yang berwenang dalam penanggulangan limbah tersebut.
“Kami akan turun secara langsung ke lapangan dan akan bertemu dinas terkait di Kabupaten Bintan, kami siap membantu dalam mengantisipasi dan membersihkan limbah minyak tersebut, jika pemerintah tidak sanggup menyikapi,” ujarnya.
Dari pantauan pijarkepri.com Limbah minyak berwarna hitam mencemari pesisir pantai Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.
Limbah minyak atau sludge oil tersebut menyebar hampir diseluruh wilayah Pulau Bintan, tepatnya di beberapa desa, diantaranya Kampung Semelur, Sialang, Kampe, Teluk Dalam, Penginang, dan Desa Berakit Kabupaten Bintan.
Keberadaan limbah Tidak terhitung dengan puluhan pulau-pulau kecil yang ada di Bintan lainnya.
Keberadaan limbah sangat dirasakan masyarakat pesisir, Jang salah satunya, dia adalah penduduk dengan mata pencaharian sebagai nelayan jaring Desa Berakit, yang mengeluhkan keberadaan limbah minyak itu.
Ia merasakan dampak dari limbah minyak yang merusak alat tangkap nelayan Desa Berakit dan 5 desa lainnya. Limbah menyebar di pesisir pantai dan mempersulit alat tangkap nelayan.
“Dengan adanya minyak ini banyak masyarakat terutama nelayan mengeluh, susah mencari ikan, terhambat untuk menangkap, sebab minyak lengket di jaring,” katanya.
Meskipun tidak mengetahui langsung proses pembuangan limbah tersebut, Jang yang sering melaut hingga puluhan mil, kerap kali melihat kapal minyak melintasi perbatasan Kepri dengan Malaysia dan Singapura itu, yang kemudian disebut jalur perdagangan Selat Philips.
“Saya yakin minyaknya dibuang dari laut lepas pantai, saya pernah lihat kapal besar melintas, banyak minyak hanyut, meski pun saya tidak melihat langsung bagaimana cara membuang minyak itu,” katanya
Senada disampaikan Azis, yang juga menitikberatkan penghasilannya pada hasil tangkapan laut, kata Azis yang sudah bergelut sebagai nelayan, Bintan selalu menjadi langganan tempat berlabuhnya limbah minyak.
“Kalau udah masuk musim Timur ke Utara sudah mulai betebar minyak, rusak semua alat, tak bisa pakai lagi. Kemarin ade juge tapi karung hanyut sampai pantai,” kata Azis.
Setiap tahunnya limbah minyak menyebabkan kerusakan pada ekosistem laut dan pencemaran pesisir pantai di Bintan. Pantai bintan yang tengah disorot menjadi pilihan destinasi wisata ikut tercemar. Limbah sulit dibersihkan.
Hingga saat ini limbah minyak yang sudah menjadi agenda tahunan di Bintan, Kepulauan Riau tak kunjung teratasi pemerintah. Mahasiswa merencanakan mengambil sikap sendiri. (ANG)